Mohon tunggu...
Togar Sianturi
Togar Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur

SolusiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ber-Agama atau Ber-Tuhan?

24 Februari 2018   05:43 Diperbarui: 3 Maret 2018   11:26 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak sedikit orang yang terjebak dalam kehidupan beragama. Tujuan awal mereka sangat mulia; mereka mau mengenal Allah dan melayaniNya. Tetapi kemudian mereka tergelincir kepada setumpuk aktifitas agama dan melupakan Allah sendiri. Barangkali salau satu contohan paling tepat adalah orang Yahudi di masa nabi terakhir yang Allah utus, Maleakhi. Pada masa itu mereka masih membawa kurban persembahan dan datang menyembah ke Bait Allah tetapi mereka hanya sekedar rutinitas saja, tak ada geliat rohani lagi di dalamnya. Dan Allah sangat murka serta muak dengan mereka, Allah tidak berbicara lagi kepada mereka selama 400 tahun lamanya.

Orang yang beragama tapi tidak ber-Tuhan adalah mereka yang masih ke gereja, membaca Alkitab, melayani namun tidak merasakan kuasa dari hubungan yang hidup dengan Allah. "Meskipun secara lahir, mereka taat menjalankan kewajiban agama, namun menolak inti dari agama itu sendiri. Jauhilah orang-orang yang seperti itu. Ada di antara mereka yang sudah menyusup ke rumah-rumah, lalu memikat wanita-wanita lemah yang punya banyak sekali dosa dan dikuasai oleh macam-macam keinginan.

2 Timotius 3:5-6 (BIMK)."Orang-orang seperti itu sangat tidak berguna. Jika orang sudah tidak berTuhan maka mereka akan mulai tidak bermoral. Lihatlah apa yang mereka lakukan, mereka tidak hanya kehilangan kuasa dari hidup rohani, tetapi juga terseret ke dalam kuasa hidup duniawi.

Pada akhirnya orang yang hanya sekedar beragama akan kehilangan kebaikan mereka, kehilangan kesetiaan dan kehilangan kebenaran dan segala nilai moral. Di sisi lain, Allah tidak akan menegur mereka lagi, seperti yang terjadi pada masa nabi-nabi, Allah akan mendiamkan mereka. Maleakhi menjadi nabi Allah yang terakhir dalam Perjanjian Lama, Allah tidak menegur atau menyapa umat itu lagi sampai kepada masa Yohanes Pembaptis.

 Saya tidak gemar mendapat teguran, pada kenyataannya teguran tetap saja terasa sakit bagi saya. Tetapi jika saya diperhadapkan kepada pilihan ditegur atau didiamkan, saya akan lebih memilih untuk ditegur. Dan dalam kehidupan ber-Tuhan, semua dinamika itu terjadi, baik yang menyenangkan ataupun mengagetkan. Tetapi kehidupan beragama semua terasa flat, terprediksi dan dingin.

1. REALITAS, BUKAN RUTINITAS

Hidup rohani bukan sebuah rutinitas, tetapi sebuah realitas. Mengikut Tuhan bukan tentang seberapa sibuk atau sebanyak apa tanggungjawab yang kita pegang, tetapi seberapa real hubungan kita dengan Tuhan. Kesibukan malah kerap menjadi pengganjal keintiman dengan Tuhan. Dengarkan Tuhan, pikirkan Tuhan, berjalan bersama Tuhan, bergantung pada Tuhan, layani Tuhan -- kejarlah semuanya itu

2. MORAL MASUK AKAL KARENA TUHAN ADA

Jika seseorang sudah tak mengikut Tuhan, maka baginya menjaga moral juga menjadi tidak masuk akal lagi. Tetapi orang yang memiliki Tuhan dalam hidupnya tidak bisa menutup sebelah mata pun terhadap perkara dan stadard moral yang Tuhan kehendaki. Maka tidak heran kita menemukan banyak orang yang sangat beragama tetapi sangat tidak bermoral.

3. TUHAN MEMBERI HIDUP, AGAMA MEMBAWA KEMATIAN

Tetapi kan Tuhan ada dalam agama? Benar, tetapi apakah kita menyadari ketika ternyata yang tersisa hanyalah agama, bahkan Tuhan menjadi alat bagi kita? Dalam Tuhan, kita memiliki kehidupan, semua yang baik dan sejati hanya kita dapat di dalam Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun