Yang kedua adalah JPU salah dalam menerapkan hukum, dimana bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan keduanya menyebutkan jika Terdakwa telah melakukan perbuatan "Dengan sengaja dan selawan hukum mneghancurkan, meruakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain" sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) KUHP dimana akibat perbuatan tersebut timbul kerugian sebesar Rp. 260.000,- (dua ratus enam puluh ribu rupiah).
Bahwa adapun kesalahan dalam menerapkan hukum menurut hemat kami adalah dimana Jaksa Penuntut Umum tidak mempertimbangkan ketentuan pada pasal 407 Ayat (1) KUHP yang berbunyi "Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah" Yyang mana ketentuan ini kemudian diubah lagi oleh Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi "Kata-kata "dua ratus puluh lima rupiah" dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).".
Bahwa dalam Dakwaan Kedua Jaksa Penuntut umum tersebut sudah sangat jelas menyebutkan jika kerugian yang timbul adalah sebesar Rp. 260.000,- (dua ratus enam puluh ribu rupiah), maka seharmenurut hemat kami berdasarkan Pasal 1Â Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP karena kerugian yang timbul tidak lebih dari Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) maka Pasal yang harus diterapkan kepada Terdakwa adalah Pasal 407 Ayat (1) KUHP dan bukan Pasal 406 Ayat (1) KUHP, sehingga menurut kami Jaksa Penuntut Umum telah Salah Dalam Menerapkan Hukum
Dan yang ketiga adalah Surat Dakwaan dari JPU itu Obscuur Liber atau kabur. Â Dalam eksepsi kami ini, yang kami ajukan keberatan adalah menyangkut isi Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, oleh karena itu berkaitan dengan persyaratan materiil sebagaimana diharuskan Pasal 143 ayat (2) huruf b dam ayat (3) KUHAP, khususnya yang mensyaratkan bahwa dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan. Berkenan dengan maksud ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP maka perkenankan kami untuk menyampaikan Nota Keberatan dan Eksepsi, karena Jaksa Penuntut Umum kami anggap tidak cermat, jelas dan lengkap dalam membuat surat dakwaan karena Jaksa Penuntut Umum tidak mengurai kronologis peristiwa hukum yang sebelumnya
Dan pada tanggal 24 Agustus 2021 kemarin, pihak JPU membacakan jawaban atau balasan atas eksepsi kami, dimana Pihak JPU mengakui atas adanya kesalahan dalam menerapkan Pasal. Itu yang membuat kami menjadi heran, kenapa JPU bisa melakukan hal tersebut, padahal ini masalah yang serius," imbuhnya
Dan yang membuat kami kaget yaitu pada saat persidangan mau berakhir, Terdakwa menyatakan putus kuasa di hadapan Persidangan, ini membuat kami menjadi bingung sebab kami sebagai Penasehat Hukum sudah melakukan upaya yang terbaik. Dan ini justru membuat kami bertanya, ada apa?
Meskipun demikian, petunjuk dari Majelis Hakim mengatakan bahwa harus dibuatkan pencabutan secara tertulis terkait pencabutan kuasa tersebut. Oleh karena belum ada surat pencabutan kuasa secara tertulis yang kami terima, maka kami masih sah dalam hal menangani kasus ini di Persidangan.
Oleh karena itu, kami berusaha menghubungi pihak JPU untuk meminta copian balasan eksepsi kami, namun JPU belum memberikannya dengan alasan belum siap dan info terakhirnya yang kami dapat bahwa berkas balasan eksepsi dari malah diberikan langsung ke Terdakwa, padahal kami masih menjadi Kuasa Hukumnya
Para pencari keadilan pun menjerit begitu seringkali begitu susahnya mengakses dan mendapatkan keadilan padahal solusi penyelesaian atas permasalahan hukum yang ada sudah jelas-jelas terpampang nyata di depan mata, dan bisa memberikan rasa keadilan bagi semua pihak, memulihkan kondisi dan hubungan baik para pihak, baik korban maupun pelaku
Tolong hargai kami sebagai advokat sekaligus sebagai aparat penegak hukum yang masuk ke dalam Catur Wangsa haruslah tetap saling menghormati dalam menjalankan profesi masing-masing dan janganlah hukum ini dijadikan sebuah dagelan yang bisa dijadikan sebuah candaan semata, sebab kita sebagai aparat penegak hukum di Negeri ini harus bisa tetap menjaga marwah peradilan Indonesia supaya tetap berwibawa bagi masyarakat dan WNA," tutup CEO & Founder Law Firm "TOGAR SITUMORANG".