Secara pribadi saya tidak mengenal Abraham Samad, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saya yakin bukan saya saja, ada banyak orang belum mengenal sosok pria kelahiran Makassar yang satu ini. Sangat jarang muncul dalam media nasional, entahlah media lokal Makassar, saya tidak tahu. Pansel yang sudah menempatkannya pada ranking ke-5 dari 8 capim terseleksi pastilah mengetahui dan mengenal dengan detilnya siapa sosok Abraham Samad ini. Apalagi terdengar kabar bahwa Lembaga Intelijen pun turut disertakan untuk mencatat apa dan bagaimana kehidupan sehari-harinya. Pansel yang sudah tentu bekerja secara objektif akan mengurai satu per satu rekam jejak Abraham Samad demi melengkapi kapabilitas, kredibilitas, kompetensi, integritas maupun keberaniannya untuk memberantas korupsi. Jika ada seleksi calon pimpinan yang objektif sekaligus subjektif, maka inilah tempatnya, seleksi calon pimpinan KPK. Super ketat memang. Mau atau tidak mau - suka atau tidak suka, subjektifitas diperlukan untuk melengkapi seleksi objektifitas. Bukankah menilik kehidupan sehari-hari sampai mengenal hobby seorang capim KPK adalah subjektif? Itulah sebabnya beredar kabar bahwa seorang capim KPK harus bukan penggemar olah raga golf.
Baru beberapa hari nama Abraham Samad diumumkan oleh Komisi III DPR sebagai ketua KPK yang baru, banyak pihak langsung bereaksi. Ada yang mendukung, tak jarang pula yang skeptis. Di media on-line, media cetak maupun media elektronik mereka bersuara meragukan kepemimpinan Abraham Samad, katanya terlalu mengumbar janjilah, gaya bahasa yang hiperbolalah, tidak populerlah, hasil kompromi politiklah dan lain sebagainya. Ada juga yang menyerang Komisi III dengan menyebut Komisi III sengaja meng-gol kan Abraham Samad agar Bambang Widjojanto tidak jadi ketua KPK karena sosok Bambang Widjojanto dinilai sangat berbahaya bagi Anggota DPR. Sebagai masyarakat yang hidup di era demokrasi, sah-sah saja mereka berpendapat demikian. Saya menganggap dugaan-dugaan seperti itu terlalu "lebay".
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Komisi III berani "melawan arus" dengan memilih Antasari Ashar yang sama sekali tidak populer pada waktu itu namun berhasil menghentakkan jagad republik ini dengan berani melakukan gebrakan, bahkan besan SBY pun dijebloskan ke penjara. Semua mata tertuju pada Antasari Ashar dan mengangkat pujian padanya, namun apa yang terjadi pada komisi III DPR? Masyarakat melupakannya. Saya bukanlah pengagum Komisi III atau juru bicaranya, tapi saya berusaha memandang secara jernih dan objektif atas terpilihnya Abraham Samad sebagai Ketua KPK yang baru. Ucapan Abraham Samad yang lantang saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III untuk menuntaskan kasus Century dan mega korupsi lainnya, itulah yang mencuri perhatian Komisi III. Disaat yang berbeda, capim lainnya tidak dengan serta merta mengucapkan janji penuntasan kasus Century, malah ada yang menyebutkan minta izin istana dan gratifikasi adalah bagian dari budaya.
Taufiqurahman Ruki, Antasari Ashar dan Busyro Muqoddas adalah produk Komisi III, semua mereka berkinerja baik. Setujukah kita bahwa Antasari Ashar yang notabene tidak populer pada waktu seleksi namun paling menonjol diantara semua Ketua KPK yang pernah ada? Jangan pernah meletakkan kepopuleran seorang figur sebagai jaminan keberhasilan atas kinerja. Bambang Widjojanto adalah sosok yang tidak diragukan lagi integritas dan nalurinya untuk memberantas korupsi, banyak pihak berharap padanya. Di jajaran komisioner yang kelektif kolegial, integritas dan keberanian beliau untuk memberantas korupsi akan diuji. Oleh karena itu, jangan skeptis dulu, optimislah. Berikan ruang dan waktu bagi Abraham Samad untuk menunaikan janjinya.
FIGHT Corruption..! Dan maju terus pemberantasan korupsi di tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H