Islam adalah agama yang sangat menganjurkan manusia untuk hidup bersih, sehat dan cinta lingkungan. Cukup banyak ayat ayat Alqur’an maupun Hadist Nabi yang berisi pesan pesan terkait dengan anjuran tersebut. Mulai dari anjuran membersihkan badan, bersuci, memakan makanan yang halal dan baik sampai dengan larangan merusak alam dan lingkungan hidup.Kesehatan dengan paradigma kesehatannya dapat digunakan dalam memberikan informasi-informasi keislaman ataupun sebaliknya, sehingga tidak ada kesenjangan antara kemuliaan ajaran dengan prilaku kehidupan sehari-hari dari sudut kesehatan)
Konsep Islam Yang Menuju Pada Kesehatan
Beberapa penelitian telah memberi perhatian pada lima area strategi pada Ottawa Charter dan menunjukkan hubungannya terhadap berbagai konsep dalam Islam seperti Dakwah, Syariah, Shuura, Hisba, dan Waqaf. Gagasan ini memperlihatkan bagaimana Islam mencoba membangun sebuah mekanisme kepedulian terhadap sesama di dalam sebuah masyarakat, yang juga merupakan bagian dari tiga konsep utama dalam Islam, yakni Rukun Islam, Rukun Iman dan Hukum Islam. Ke tiga konsep ini dapat dikatakan sebagai dasar dari sebuah Teori Kesehatan Islam.
Hubungan ke tiga konsep itu sendiri dalam menuju arah kesehatan dapat ditemukan dalam 2 tahapan utama, yakni tahap langsung (directly) dan tidak langsung (indirectly). Tetapi keterkaitan tersebut tidak mengikat antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi lebih kepada pengaruh terhadap faktor-faktor penentu dari perilaku sehat yang dapat dianggap sebagai bagian dari rangkaian satu kesatuan dari kaitan tidak langsung (indirect link) sampai kaitan langsung (direct link).
Konsep Rukun Islam
1.Dua Kalimat Syahadat
Rukun pertama adalah “mengucapkan dua kalimat Syahadat” (Quran 3:18) sebagai suatu kesaksian umat islam terhadap keesaan Allah SWT dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-NYA. Surat Al- Ikhlas (Quran 112:1-4) telah secara tegas menguatkan hal tersebeut. Kaitannya dengan kesehatan, fakta bahwa seorang muslim meyakini dan mengakui serta bersaksi terhadap satu Tuhan adalah sebuah permulaan dalam langkah pertama dari “Rangkaian Kesehatan Islami” melalui mekanisme salutogenik dengan membuat sebuah komitmen religius kepada dirinya sendiri dahulu baru kemudian kepada komunitas dimana ia berada.
2.Shalat lima waktu
Rukun ini menawarkan beberapa kaitan terhadap konsep Rangkaian Kesehatan Islami. Dari tahap tidak langsung, unsur psikodimanis dari ritual, dalam pelaksanaan sholat menawarkan rasa tenang, penuh harapan, kepuasan hati dan emosi positif secara rutin yang kesemuanya dianggap sebagai pembentuk “sense of coherence”. Kaitan yang lebih langsung terhadap kesehatan dapat dilihat pada langkah yang dilakukan oleh kaum Muslim sebelum melaksanakan Shalat yakni mensucikan diri atau yang dikenal dengan istilah Wudhu. Dalam hal ini, kaum muslim terikat oleh kewajiban untuk membersihkan diri mereka sendiri sedikitnya paling tidak lima kali dalam sehari, menandakan secara jelas tentang pentingnya higienitas atau kebersihan didalam Islam.
3.Berzakat.
Dalam meletakkan Rukun Islam ke tiga ini dalam rangkaian kesehatan akan lebih cocok sebagai pusat, sebagaimana dampaknya terhadap kesehatan lebih dirasakan pada level komunitas jika kita melihat dari sisi pemberian zakat itu sendiri. Kaitannya terletak pada ketetapan terhadap faktor pemungkin (enabling factors) melalui pengaturan mekanisme kewajiban untuk semua muslim untuk menyisihkan harta kekayaannya. Mekanisme berbagi ini sangat jelas menyediakan sebuah lingkungan, dimana mendorong pendistribusian kekayaan dan dengan begitu membantu mengurangi ketimpangan yang pasti terjadi didalam masyarakat. Selain zakat, juga terdapat konsep Waqaf dan Shodaqoh antara umat Muslim, dimana berbentuk sumbangan finansial dan material dari Muslim yang mampu kepada yang tidak mampu.
Jika kita bandingkan rukun Islam ke tiga ini dengan apa yang ditetapkan dalam Ottawa Charter maka akan terlihat kesesuaian dengan apa yang dideskripsikan dari point of action membangun kebijakan umum kesehatan (building healthy public policy) dengan implikasinya terhadap peran masyarakat dalam meningkatkan kemampuan menolong diri sendiri, meningkatkan dukungan sosial dan dukungan dana.
4.Berpuasa di bulan Ramadhan
Rukun Islam ke empat, “berpuasa selama bulan Ramadhan” menegaskan para Muslim tentang pentingnya membatasi makan makanan, sebagai sebuah upaya diet untuk keseimbangan. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat dari berpuasa terhadap kesehatan klinis. Berpuasa diwajibkan agar setiap Muslim dapat belajar tentang pengendalian diri (Quran 2:183). Selama periode berpuasa, seorang Muslim melakukan pantangan untuk makan dan minum dalam periode waktu tertentu (dari sebelum matahari terbit sampai matahari terbenam).
Dengan mematuhi hal ini, Muslim sekali lagi dituntut untuk berdisiplin, dan dengan begitu mampu untuk mengalahkan berbagai kebiasaan buruk semisal merokok atau makan secara berlebihan. Menempatkan Rukun Islam ke empat ini dalam Rangkaian Kesehatan Islami, rukun ini juga mengambil posisinya di tengah. Aspek perilaku dapat lebih terkait secara tidak langsung dengan membangun kedisiplinan melalui pengendalian diri sementara manfaat medis yang diperkuat oleh bukti empiris akan menempatkan Rukun Islam ke empat ini kepada keterkaitan langsung (direct link) dengan kesehatan. Fokus terhadap pengendalian diri yang sejenis juga dapat dilihat gagasan promosi kesehatan saat ini.
5.Melaksanakan Haji bagi yang mampu
Setiap tahunnya jutaan Muslim pergi ke Arab Saudi untuk melaksanakan Rukun Islam yang ke lima ini. Rukun ini diwajibkan hanya untuk mereka yang mampu, baik secara finasial maupun fisik, untuk melakukannya sekali seumur hidup. (Quran 3:97; 22:27). Dalam pelaksanaan Haji, kaum Muslim akan melakukan kontak rutin dengan sesamanya. Perjalanan spritual ini mendorong kaum Muslim untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan satu sama lainnya melalui nasihat-nasihat dari pemimpin grup atau yang lainnya.
Kaitannya dalam rangkaian konsep kesehatan Islamipada titik ini secara tidak langsung interaksi ini dapat dikatakan sebagai unsur psikodinamis dari ibadah, keyakinan dan shalat, yang mana memainkan peranan yang besar dalam membangun sebuah rasa keterhubungan (sense of coherence) dari individu melalui faktor penguat (reinforcing) dalam proses berbagi pengetahuan, keyakinan dan nilai, dan di waktu yang bersamaan merupakan usaha menguatkan tingkah laku positif sembari memupuk rasa keyakinan diri terhadap pengetahuan, keyakinan dan nilai itu sendiri. Hal-hal tersebut dicapai melalui serangkaian ibadah yang dituntut saat pelaksanaan ibadah Haji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H