Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hati-hati, Mencopot Alat Peraga Kampanye di Rumah Pribadi Bisa Kena Pasal

8 Desember 2023   13:53 Diperbarui: 8 Desember 2023   16:20 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aturan Pemasangan Alat Peraga Kampanye(KOMPAS.com)

Jelang pesta demokrasi 14 Februari 2024, sejumlah partai sudah mulai menugaskan Tim Sukses (Timses) mereka untuk melakukan kampanye. Salah satu tugas timses adalah membuat alat peraga dan menyiapkan media kampanye seperti stiker dan banner.

Saat ini sudah banyak ditemukan banner-banner berwajah caleg beserta nomor pencoblosannya terpasang di area-area publik termasuk wilayah perumahan. Tak hanya itu, stiker-stiker juga dipasang di rumah-rumah warga.

Untuk sebagian orang, pemasangan stiker di rumah mereka adalah hal yang cukup menyebalkan. Pasalnya, belum tentu pemilik rumah akan memilih caleg tersebut. 

Alih-alih memilih, bersimpati pun tidak. Namun, terkadang timses tidak mau tahu alasan-alasan semacam itu. Mereka hanya fokus pada kampanye yang sedang berlangsung demi memenangkan calonnya.

Termasuk sebuah kabar yang tengah viral saat ini. Seorang content creator Tiktok bernama Agos Gemoy, mengunggah video dirinya yang mendapatkan surat somasi atas video sebelumnya yang dirinya unggah saat membersihkan kaca rumahnya dari stiker caleg yang ditempel tanpa ijin.

Pengirim surat somasi tersebut adalah timses dari caleg yang bersangkutan . Agos dianggap membuat narasi berbau hoax dan menyudutkan pihak tersebut.

Dalam surat tersebut, Agos menyampaikan, dirinya harus membuat permohonan maaf dan klarifikasi secara terbuka, jika tidak dilakukan maka Agos akan dipolisikan.

Kabar ini cukup menggelitik, karena memang sejak dulu, sering kali terjadi pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) oleh para timses di rumah warga dilakukan tanpa seizin pemilik rumah.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja juga sudah memberikan penjelasan, pemasangan APK di rumah warga itu tidak boleh dipaksakan.

sumber : rri.co.id
sumber : rri.co.id

Lantas, apakah tidak boleh sang pemilik rumah juga mencopot tanpa seizin timses caleg? Padahal tidak ada kontribusi dari caleg tersebut dalam biaya-biaya perawatan yang dikeluarkan pemilik rumah.

Kemunculan berita ini kemudian menjadi perhatian saya juga sejumlah warganet yang selama ini diam saja dengan perlakuan oknum timses dengan upaya pemenangan wakil mereka. Namun menjadi hal yang mengejutkan ketika warga menolak perlakuan tersebut malah diancam akan dipidanakan.

Tagline "Pesta Demokrasi" nampaknya bertentangan dengan sikap oknum timses yang tak bisa menerima penolakan.

Jelang Pemilu memang kerap ditemukan pelanggaran-pelanggaran selama musim kampanye. Jika bukan calegnya ya timsesnya. Hal ini seakan sudah menjadi rahasia umum di negeri ini.

Padahal pemilu adalah ujung tombak dalam menetapkan pemimpin negeri yang diharapkan bisa bersikap jujur, adil, dan taat pada undang-undang yang berlaku.

Lantas, bagaimana jika dalam memulainya saja banyak ditemukan pelanggaran?

Di Indonesia terkenal gimmick "Peraturan dibuat untuk dilanggar". Hal itu bukan sekadar gimmick, memang ada pihak yang dengan sengaja melanggar aturan karena hukum yang belum benar-benar ditegakkan untuk para pelanggar.

Hal ini jelas memicu rasa tak ingin patuh sejumlah oknum yang seakan mengabaikan hukum yang akan dikenakan.

Setelah mencermati permasalahan yang dialami konten kreator bernama Agos tersebut, apa yang ia lakukan dalam video yang memuat aksinya mencopot APK kampanye berupa stiker di rumahnya memang bisa dipidanakan.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilu, Pasal 280 Ayat 1 huruf g yang berbunyi "Pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu". (sumber)

Apalagi aksi tersebut direkam dan diunggah ke media sosial. Walaupun rumah tersebut miliknya pribadi namun alangkah lebih bijaknya jika yang bersangkutan langsung melaporkan ketidaknyamanannya secara langsung pada pihak timses.

Sedangkan untuk timsesnya sendiri juga bisa dianggap melakukan pelanggaran, namun yang berhak menegur dan melaporkan adalah tim KPU dan Bawaslu.
Sejumlah tempat yang tidak boleh dipasang APK adalah, fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Di daerah rumah saya sendiri, pemasangan di fasilitas pemerintah juga masih ditemukan. Contoh, di tiang listrik depan rumah. Saya juga nggak tahu kapan timsesnya memasang banner tersebut. Tahu-tahu pagi-pagi sudah tergantung saja di sana.

APK di tiang listrik di depan rumah penulis yang sebenarnya dilarang karena merupakan fasilitas pemerintah | dokumentasi pribadi
APK di tiang listrik di depan rumah penulis yang sebenarnya dilarang karena merupakan fasilitas pemerintah | dokumentasi pribadi

Tiang listrik juga bagian dari fasilitas milik pemerintah, lho. 

Belajar dari pengalaman Agos tentunya saya tidak akan mencopot APK tersebut sambil merekam. Mungkin bisa saya laporkan pada pihak RT dan RW lebih dulu.

Semoga kasus ini bisa menjadi pertimbangan untuk masyarakat yang ingin memviralkan sesuatu. Walau berat, namun sebagai warga negara yang baik, layaknya kita taat pada hukum yang berlaku.

Semoga bermanfaat,

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun