Sedang ramai di media sosial tentang kontes masak yang pada akhirnya membandingkan peserta yang berasal dari lulusan sekolah tata boga dengan yang lulusan sekolah kuliner bertaraf internasional.
Di sini saya tidak mau ikut-ikut membandingkan, hanya ingin berbagi ilmu saat mengenyam pendidikan selama 3 tahun di sekolah jurusan pariwisata dengan konsentrasi pada Food and Beverage.
Tak jarang tim pengajar yang direkrut adalah mantan chef hotel atau restoran bintang lima, sehingga mereka tak hanya mengajar secara textbook, melainkan mengaplikasikan pengalaman mereka di industri kuliner skala internasional.
Seperti di almamater saya dulu, tim pengajar untuk ilmu profesi mayoritas adalah mantan karyawan Hotel Indonesia (sekarang Grand Indonesia), mulai dari pengajar mata pelajaran food product, bartending, maupun housekeeping.
Sepemahaman saya, yang menjadi landasan pelajaran di sekolah tata boga adalah ilmu yang dipergunakan dengan standar internasional. Hal itu diharapkan agar lulusan sekolah tata boga asal Indonesia bisa ikut bersaing dengan lulusan dari mancanegara.
Tak hanya ilmu masak, pelajar yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah pariwisata (F&B) juga diperkenalkan dengan program Table Manners.
Table manners yang diasakan pihak sekolah bertujuan untuk memberikan pelatihan bagi para siswa untuk memahami aturan makan secara formal bertaraf internasional.
Table manners sendiri merupakan tata cara dan sikap yang di gunakan dalam jamuan makan resmi, meliputi etika makan di meja makan, cara duduk, cara menggunakan peralatan makan serta cara berinteraksi dengan sesama tamu di meja makan.
Di sini pula kami secara langsung melihat praktik penyajian makanan berdasarkan susunan dalam konsep table d'hote menu atau set menu. Yakni mulai dari appetizer (makanan pembuka), soup (sup), main course (makanan inti/utama), sampai dengan dessert (makanan penutup).
Ini adalah program dari pihak sekolah yang bekerjasama dengan hotel. Apakah berbayar? Tentu. Para siswa dikenakan sejumlah biaya untuk program tersebut.