Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Ajak Anak Membuka Perpustakaan Mini di Rumah

2 November 2023   14:16 Diperbarui: 3 November 2023   17:42 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era  tahun 1999-2000 cukup booming perpustakaan mini yang dibangun secara mandiri oleh orang-orang yang peduli pada kelestarian budaya membaca. Perpustakaan mini ini tidak hanya untuk saya pribadi, melainkan saya membukanya untuk umum. 

Saat itu saya baru duduk di bangku kelas 5 SD. Hobi membaca dan mengumpulkan buku membuat saya tertarik untuk membuka perpustakaan mini di rumah. Selain buku ada pula koleksi majalah bobo dan tabloid fantasi yang kala itu marak di kalangan anak-anak sekolah.

Mekanisme penyewaan buku di perpustakaan sekolah saya aplikasikan di perpustakaan mini yang ada di rumah. Mereka yang mau menyewa harus membuat kartu anggota yang bisa didapatkan secara cuma-cuma alias gratis. Kartu anggotanya juga dibuat cukup sederhana, hanya bermodalkan kertas karton yang dipotong segi empat seukuran KTP kemudian dilaminating.

Untuk anggota yang membaca di tempat, saya tidak pungut biaya, tapi jika bukunya dibawa pulang maka harus membayar 2000 rupiah. Dengan perincian 1000 uang sewa dan 1000 untuk deposit. Jika bukunya sudah dikembalikan maka uang deposit akan saya kembalikan juga. Jika menyewa lebih dari sehari, dikenakan biaya 500 per harinya.

Peminatnya kala itu terbilang lumayan. Ada yang tetangga sekitar rumah, ada pula teman-teman sekolah. Biasanya mereka justru lebih tertarik membaca komik dan majalah. Mungkin karena gambar-gambar ilustrasi membuatnya lebih eye catching. Ide ini akhirnya diikuti beberapa teman lain. Kemudian bermunculan 3-4 perpustakaan mini lain dengan koleksi buku yang lebih beragam.

Mulai duduk di bangku SLTP saya mulai tidak ada waktu untuk mengelola perpustakaan mini. Hal itu dikarenakan saya kebagian kelas yang masuk siang dari kelas 1-3. 

Belum lagi tiap pagi dan weekend ada ekskul yang saya ikuti, sehingga tidak memungkinkan membagi waktu lagi dengan aktivitas lain. Ditambah menjamurnya warnet-warnet yang tentunya lebih menarik anak-anak usia remaja. Walaupun saat itu internet belum terlalu digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah, tapi cukup banyak anak yang  cenderung melarikan minat dari buku ke internet. 

Hal itu dikarenakan internet menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar bacaan. Jujur, memang untuk sebagian orang, aktivitas membaca buku fisik cukup membosankan.

Melihat dari polanya, perpustakaan mini merupakan salah satu bentuk usaha sosialisasi literasi baca tulis yang dianggap sebagai nenek moyangnya literasi. Di perpustakaan, anak-anak bisa membaca apapun yang mereka suka. Semakin banyak koleksi buku yang tersedia, maka ketertarikan mereka mendatangi perpustakaan akan semakin besar. 

Selain itu, membaca secara bersama-sama bisa menimbulkan euforia yang berbeda dari pada membaca sendirian di rumah. Ingat, anak-anak berbeda dengan kita yang sudah dewasa. 

Jika kita senang membaca buku dalam situasi yang hening, mereka belum tentu bisa menikmati suasana yang sama. Pada hakikatnya anak-anak itu masih gemar bermain.

Waktu bergerak begitu cepat, melihat anak yang sudah sekolah, entah mengapa minat membuka perpustakaan mini itu muncul lagi. Perpustakaan yang nantinya dikelola oleh anak saya sendiri. Saya bagian mengawasi saja, hehehe. Ditambah lagi dengan masih adanya anak-anak yang duduk di bangku SD kelas 1 dan 2 yang belum bisa membaca. Juga koleksi buku di perpustakaan sekolah yang bisa dikatakan sangat sedikit. 

Sayangnya koleksi buku saya jaman itu banyak yang hilang, karena sempat pindah rumah. Ada yang ngga terbawa ada juga yang memang hilang entah di mana. 

Untuk teman-teman ada nggak yang sepemikiran dengan saya untuk membuka sebuah perpustakaan mini untuk anak kita yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh banyak orang?

Belajar dari pengalaman saat SD dulu, beberapa hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan untuk membuka sebuah perpustakaan mini antara lain:

Menyiapkan tempat yang nyaman

Sesuai judulnya, perpustakaan mini, diartikan sebagai sebuah perpustakaan yang cukup terbatas, baik dari segi koleksi buku maupun lokasinya. Walau begitu tetap kita harus bisa menyiapkan tempat yang nyaman untuk pengunjung. Walau tidak harus selalu besar tapi tatanan yang rapi dan kondisi yang bersih adalah aspek pendukung terciptanya rasa nyaman itu sendiri. 

Kalau dulu saya menggunakan teras rumah yang digelar karpet atau tikar. Juga ada tambahan kipas angin agar mereka nggak kegerahan mampir di siang hari.

Rak buku

Waktu itu saya menggunakan rak seadanya, karena tidak mau merepotkan orang tua. Rak-rak berbahan rotan saya manfaatkan untuk meletakkan buku-buku yang ditata sesuai tema. Kalau nggak punya, bisa juga memanfaatkan kreatifitas dengan membuat rak dari kardus bekas yang disusun. Bisa belajar dari youtube, sudah banyak yang membagikan ide-ide kreatifnya. Ajak anak dalam proses ini, sehingga dia tahu untuk memulai sebuah usaha ada sebuah kerja keras di belakangnya.

Perbanyak koleksi buku

Dulu saya memang senang membeli buku, majalah anak dan tabloid remaja. Karena saya membidik teman-teman dari tingkat SD sampai dengan SLTP. Sehingga untuk koleksi bisa dikatakan jumlahnya lumayan. Namun ada juga cara lain yang bisa digunakan untuk menambah koleksi buku tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. 

Misalnya membuat program hibah buku, dalam hal ini kita yang menerima hibah buku dari berbagai pihak, sampaikan ide perpustakaan mini Anda menyasar ke usia berapa. 

Bisa juga mencari informasi toko buku yang membuat sale besar-besaran, atau bisa coba menghubungi toko buku yang berencana menutup usahanya. 

Ajak anak memilih buku yang nantinya dipakai untuk menambah koleksi buku di perpustakaan mini mereka sehingga kita sebagai orang tua pun paham, di usia seperti mereka yang masuk dalam gen Z ini, buku seperti apa yang menarik perhatiannya.

Memasang banner lebih awal

Ada orang yang salah kaprah dalam memulai sebuah usaha, yakni memasang banner saat semuanya sudah ready beroperasi. Walau perpustakaan mini ini bukan sebuah bentuk usaha komersil, namun tetap di sini kita berencana memasarkan koleksi buku yang kita punya agar bisa dibaca banyak orang.

Saya melihat dari beberapa bisnis besar, banner itu justru dipasang jauh hari sebelum soft opening. Alasannya supaya orang melihat dulu, supaya membayangkan jika di lokasi ini akan dibangun sebuah perpustakaan mini, dan biar ceritanya sampai dulu dari mulut ke mulut.

Bekerjasama dengan perangkat daerah

Di tiap lingkungan pasti ada RT, RW, pengurus PKK dan karang taruna. Minta bantuan untuk ikut memasarkan perpustakaan mini ini. Bisa juga ajak mereka ikut berkontribusi secara langsung dalam mengelolanya. 

Perpustakaan mini erat kaitannya dengan perkembangan pendidikan, hal ini juga merupakan salah satu dari 10 Program Pokok PKK yakni, pendidikan dan keterampilan.

Bekerjasama dengan guru atau sekolah yang dekat dengan rumah

Tidak bisa dipungkiri dan dari pengalaman pribadi, masih banyak SD Negeri yang tidak terlalu aware dengan koleksi buku di perpustakaannya. Biasanya yang ada kebanyanyakan adalah buku-buku berbasis kurikulum. Dengan keterbatasan itu, coba untuk tawarkan pada guru-guru di sekolah terdekat yang sekiranya bisa ikut mempromosikan perpustakaan mini kita.

Buat konsep seru

Membaca buku untuk sebagian orang adalah hal yang menjemukan alias membosankan. Coba ciptakan konsep yang membedakan perpustakaan mini kita dengan yang lain. Mungkin dengan tambahan sesi dongeng seminggu sekali (nah ini bisa kayaknya melibatkan ibu-ibu PKK atau remaja karang taruna).  Membuat kuis berhadiah juga menarik perhatian anak-anak, lho. 

Atau membuat lomba menulis dan membaca puisi, ini salah satu bentuk implementasi dari usaha sosialisasi literasi baca tulis. Kalau saya dulu memang belum sampai begini, paling hanya menyediakan minuman dingin dan cemilan supaya teman-teman yang datang betah membaca banyak buku. Karena jujur, orang tua saat itu hanya memberikan sarana dan prasarana, bukan ide-ide yang menunjang perkembangan perpustakaan mini saya. 

Demikian tahap-tahap pembuatan perpustakaan mini berdasarkan pengalaman saya waktu kecil. Sayangnya, tidak bisa menampilkan dokumentasinya, karena saat itu saya masih SD dan belum dibekali gawai oleh orang tua, hiksss..

Semoga bermanfaat, ya.

Salam sayang,

Ajeng Leodita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun