Pelayan Restoran. Tugas utamanya ya melayani. Sejak tamu itu datang, makan & minum, sampai mereka pulang. Menjadi pelayan itu lebih banyak ngenesnya daripada enaknya. Sebutan pelayan di Indonesia itu (terkadang masih) dianggap nista banget. Bukan baper, guys. Hikssss... Tapi itu yang memang gue dan temen-temen seprofesi rasakan. Tatapan mereka yang kadang merendahkan banget itu, sumpah, kadang bikin emosi sesaat. Untung gue nggak punya darah tinggi, kwkwkwkw.
Di resto tempat gue kerja itu kan ada kitchen, grill, dan bar. Tempat dimana makanan & minuman diproduksi. Dan tugas gue ini adalah waiter alias pelayan. Jadi gue fokus di pemesanan makanan dan penyajian makanan sampai ke meja tamu. Jadi proses lama memasak itu jadi tanggung jawab kitchen dan grill.
Nah, jadi begini ceritanya.
Restoran tempat gue kerja itu kan konsepnya Casual Dining menuju  Fine Dining, nih. Jadi owner gue rada becanda gitulah pola pikirnya kwkwkwk. Sistem yang dipakai itu : makanan ada yang sudah ready on display dan ada yang harus dimasak baru di kitchen atau grill. Tamu bisa langsung pilih makanan apa yang mereka mau kemudian bagian display crew langsung panaskan di microwave. Tapi kalau tamu mau makanan yang baru dimasak, gue akan bilang itu prosesnya agak lama. Bisa 15 menit. Karena dapur kami kecil juga koki cuma 2 orang di tiap shift (kami ada 2 shift setiap hari).
Kasusnya :
Tamu A ini baru datang. Resto tempat gue kerja selalu ramai di jam makan siang. Dan si tamu A ini pilih makanan yg tidak ready di display. FYI, pesanan dia banyak karena untuk 8 orang. Ok, gue jelaskan sama dia, "Pak, karena resto lagi ramai, bapak menunggu agak lama sampai makanan siap, nggak apa-apa?"
Dia jawab, "Ok!"
Langsung gue proses makanan ke kitchen dan grill (karena dia ada pesan 4 ikan bakar). Ternyata prosesnya hampir 30 menit. Gue udah bolak - balik check itu makanan sudah siap atau belum. Ternyata siang itu memang pesanan di luar display lebih banyak. Gue tergopoh-gopoh penuh peluh antar makanan si bapak dengan jantung deg-deg serrr.
Finally , si bapak bukannya senyum malah ngamuk dengan derasnya. Eh, dengan kerasnya. Itu kondisi full seat. Hampir 99 orang ngeliatin gue (karena kapasitas resto 100 seat. Jadi cuma 99 yang ngeliatin gue. Dan si bapak itu adalah orang ke 100 dan dia bukan cuma ngeliatin tapi maki-maki gue.)
Rasanya saat itu gue... Happy! Ya enggaklah. Gue malu, mau nangis. Pengen poop di celana, bukan pipis lagi.
Di situ pula ada manager gue yang super duper galak dan hobi bentak karyawan di depan tamu.