Mohon tunggu...
Bathari Enggar
Bathari Enggar Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

No one would understand the word 'love' like i do.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Memotongnya, Ma!

7 April 2024   11:19 Diperbarui: 7 April 2024   11:30 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rambut indah bergelombang yang sepatutnya menjadi kebanggaan, kulepas tanpa rasa kasihan. Tidak lagi kuragukan, ini memang sudah waktunya melepaskan.

Memang sangat disayangkan. Tidak semua orang punya kesempatan dititipi keindahan. Lalu mengapa, dengan ringan hati ia mau melepaskan? 

"Aku memotongnya, Ma!" Teriaknya dengan bersemangat begitu memasuki rumah. Matanya berlinang air mata, dan senyumnya terpampang jelas di wajah. Rambutnya yang dulu menjuntai panjang, bergelombang, diikat dengan model yang beragam, hilang dalam sekejap mata. Wanita yang tengah ia ajak bicara tertawa lepas. Mengucapkan selamat.

Mengapa orang yang melepas salah satu keunggulannya malah dihujani selamat? Bukankah keindahan seorang wanita mulai diukur dari panjang rambutnya? Gadis yang kini rambutnya terpotong pendek tertawa pada pertanyaanku.

"Kalau kata temanku, rambut menggenggam kenangan."
"Lalu mengapa kamu malah memotongnya? Bukankah kenangan ialah suatu hal yang harganya lebih tinggi dibanding mutiara?"
"Kenangan yang digenggamnya tidak selalu kenangan baik. Ada pula kenangan yang harganya tidak lebih dari besi berkarat yang diletak di ujung tempat pembuangan sampah."

Aku tidak bisa menjawab pernyataannya.

"Ternyata, jumlah besi berkarat itu melebihi jumlah mutiara murni. Aku tidak sanggup memeluknya lagi. Lagipula, terkadang kita harus kehilangan sesuatu yang indah saat ingin melepas  sesuatu yang buruk. Selalu diperlukan pengorbanan. Memotong rambut bergelombangku itu merupakan suatu gestur untuk mengosongkan penyimpananku. Agar kelak, aku dapat mengisinya dengan mutiara yang baru."

Aku membeku. Yang bisa kulakukan hanyalah memandangnya yang sibuk merapihkan poni. 

Ah, dia terlihat lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun