Mohon tunggu...
Fahrandi Nugraha
Fahrandi Nugraha Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Rendy LDD

I am what I am. I do what I want. I don't give a damn what people talk or think about me. This is me anyway~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Negeri di Awan

8 Januari 2014   10:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

There was a time, there was a moment, when I first saw you, I think I saw an archangel :) Aku kesal dengan Ibu. Aku kesal dengan Ayah. Sejak dulu aku kepengen dibelikan playstation tetapi yang dibelikan setiap ulang tahun adalah buku ensiklopedia, setiap kenaikan kelas yang dibelikan buku pelajaran Bahasa Inggris. AKU KEPENGEN PUNYA PLAYSTATION, dan hasilnya? Aku dipukul ayah dengan penggaris karena ketahuan bermain playstation di rental simpang empat. "Obi, hari ini Bapatuamu pindah kesini, dia ditugaskan di sini. Nanti kamu akan punya Abang-abang dan kakak-kakak, kamu jangan nakal ya nak." "Iya Mak, memangnya aku ini bandel apa" ujarku bersungut-sungut. Sejak seminggu yang lalu memang Ayahku bercerita kalau Abang sepupunya yang polisi dan tugas di Bandung dipindah tugaskan ke Polda Sumsel menjadi Kasat di sini. Tapi aku tidak peduli, aku masih kesal karena hadiah ranking pertama yang kuterima seminggu yang lalu bukanlah gameboy, melainkan lagi-lagi satu set buku ensiklopedia yang menjemukan. Meja belajarku sudah penuh dengan berbagai macam buku ensiklopedia dalam berbagai narasi, bukannya aku tidak suka membaca, aku suka, tetapi teman-teman di SMPku sekarang sedang gandrung bermain playstation, dan aku kepengen punya. Karena aku tidak punya playstation, kadang-kadang aku dan teman-temanku suka bermain ke rental playstation, dan hari ini kebetulan aku terlihat oleh Ayahku, hasilnya, sekarang tanganku merah-merah dipukul dengan penggaris kayu, kata Ayahku rental playstation itu tempat yang buruk, tempat anak-anak pemalas, tempat anak-anak nakal. Aku duduk di bawah pohon jambu air tak jauh dari rumah, menangis, rasanya kesal sekali. Tak sekalipun Ayah dan Ibu mengerti keinginanku, segala sesuatu diatur, gak boleh ini, ga boleh itu, kalau ada angka 6 aja di rapor pasti tangan kena pukul penggaris. Uang jajan juga dikasih pas-pasan, mau nabung berapa tahun baru bisa beli playstation sendiri. Saat aku menangis itu, tiba-tiba aku merasakan ada orang di depanku. Seorang anak lelaki, tetapi aku tidak mengenalnya. "Halo Bi. Aku Alex Abangmu, mulai hari ini aku tinggal di rumah depan. Salam kenal ya." serunya menyapaku. Abang? Hah? Ini anaknya Bapatua Polisi ya? Yang pindahan dari Bandung. Aku buru-buru mengusap air mataku, malu dong sudah kelas 1 SMP masih menangis ahahahaha. "Katanya kamu dipukul Uda karena main playsation di rental ya Bi. Ternyata Uda jauh lebih sangar dari Papa ya hahaha." Alex sepupuku itu tertawa. "Ya. Bapak memang kejam. Aku benci Bapak!" sungutku. "Hei. Ga boleh gitu Bi. Namanya orang tua pasti sayang dengan anaknya." serunya sambil mengacak-ngacak rambutku. Gayanya itu lho, kok sudah seperti Bang Ian aja, Abangku yang paling tua. "Nah sebagai hadiah perkenalan, ayo kita main playstation, aku punya banyak koleksi permainannya nanti kita main bersama ya." seru Alex menarik tanganku. Dalam pandanganku waktu itu Alex bagaikan Malaikat Mikael yang menolongku dari kesusahan ahahahahaha. Malam itu kuhabiskan dengan mengobrol dengan Alex di kamarnya, keluarga Alex ramai, dia anak lelaki paling kecil dengan adik perempuan yang hanya terpaut setahun lebih sedikit darinya, Amanda dan 3 saudara lelaki yang lebih tua yaitu Bang Steve, Bang David, Bang Alvin. Baru tau kalau nama lengkapnya Alejandro Raphael Aritonang, ternyata sudah jadi ciri khas keluargaku suka menggunakan nama-nama luar ahahahaha. Setelah masuk sekolah ternyata aku tidak satu sekolah dengan Alex, meski badannya besar dan wajahnya kelihatan pintar, ternyata Alex tidak pintar ahahahaha, jadi dia masuk SMP 10 yang letaknya di samping sekolahku SMP 9, SMP 10 memang sekolah yang bagus tetapi SMP 9 adalah SMP paling favorit di kotaku. Pergi sekolah kami bersama, dan pulang sekolah biasanya aku menunggunya jika dia bermain basket dulu sebelum pulang. Ayahku melihat nilaiku mulai merosot sejak aku sering menginap di kamar Alex, karena menginap artinya bermain playstation sampai tengah malam, akibatnya aku dilarang menginap di kamar Alex setiap akhir pekan. Kesal sekali, tapi bukan Ayahku namanya kalau tidak membuatku kesal. "Bi, Uda ga suka ya kamu akrab denganku?" tanya Alex sepulang sekolah, aku pulang bersama dengannya. "Bukan begitu kok, Bapak cuma marah gara-gara sering begadang main playstation di kamarmu tiap Sabtu malam, nilaiku merosot. Nanti kalau nilaiku naik pasti dibolehkan lagi kok hehehe. Aku yang salah Lex, harusnya aku bisa bermain sekaligus mempertahankan nilaiku." "Hehehehe kamu ini selalu saja merasa bersalah Bi." serunya mengacak-acak rambutku. "Kenapa ya suka banget mengacak-acak rambut?" sungutku. "Karena kamu itu adik kecilku Bi, jadi kalo adik kecil itu harus digituin." "Kata siapa?" tanyaku. "Ya kaya gitu lah Abang-abang suka memperlakukanku." seru Alex nyengir. "Awalnya aku ga suka harus pindah dari Bandung ke Palembang. Jujur aja ya Bi, Bandung itu keren, lha ini Palembang kotanya kecil kayak ini." Alex mencibir. "Suka ga suka kamu udah jadi warga Palembang ya." "Kan awalnya Bi, terus Papa bilang kalo aku punya sepupu, wah aku senang, aku udah lama pengen punya adik, aku bosan selalu jadi adik kecil, soalnya Amanda kan cewek jadi pasti aku yang jadi sasaran mereka." Sekarang aku mengerti kenapa Alex suka bertingkah seperti Big Brother, karena dia selama ini dia selalu jadi adik kecil. "Bi, coba deh lihat gimana ya kalo di pohon jambu ini kita buat rumah pohon?" kayaknya seru deh. "Gak seru. Aku ga suka rumah pohon." jawabku pendek. "Lho kenapa? Seru tau main di rumah pohon. Dari dulu aku pengen punya rumah pohon tapi di Bandung rumah di komplek ga punya pohon sebesar ini Bi, tuh coba lihat, dahan-dahannya juga besar dan kokoh tuh. Kamu bisa gambar kan? Ayo coba kita desain rumah pohonnya." "Tapi... aku ga suka Lex, Bapak marah kalau aku suka manjat pohon, jadi aku nggak pernah manjat pohon." "Jadi kamu ga bisa manjat pohon??? HAHAHAHAHAHAHAHA" Alex tertawa ngakak membuatku jengkel. "Kita bikin tangganya nanti, jadi kamu bisa naik juga, mana asik juga main rumah pohon sendirian." "Oke, nanti kita minta tolong Bang Ian juga yang membuatkannya ya." "Bang Ian? Siapa Bang Ian Bi?" tanya Alex. "Abangku yang paling tua, dia sekarang sedang sekolah polisi, minggu depan kayaknya dia pulang deh, biasanya ramai dengan teman-temannya." "Oooo, okelah, Yok kita gambar dulu rumah pohonnya." Seminggu itu aku dan Alex asik merancang rumah pohon kami, sebuah Negeri Di Awan, itu kata Alex. Rumah pohonnya harus luas supaya bisa jadi tempat tidur siang juga. Tempat main playstation dan lain-lain. Seru sekali waktu itu, rasanya seperti ingin membangun istana saja hehehehehe. Dan saat Bang Ian pulang dari Betung, dia dan teman-temannya mewujudkan impian kami. Dalam waktu 2 hari, Negeri Di Awan kami pun tercipta. Aku dan Alex sedang duduk-duduk di rumah pohon sambil bermain playstation dan monopoli. Kadang-kadang Alex suka mengajak temannya juga untuk bermain bersama, tetapi biasanya kalau ada temannya aku malas ikut bermain, karena aku kurang suka teman-teman Alex yang agak nakal itu, wajar karena mereka kan kelas 3 SMP. Yang paling aku suka kalau cuma kami berdua saja, Alex yang nakal berubah jadi Abang yang baik untukku. Aku tidak pernah bilang ke Alex bahwa aku pun senang punya seorang Abang lagi, karena Bang Ian kan sekolah di Betung, jarang pulang. "Bi, seru ya kalo kita ga jadi tua dan selamanya seperti ini, jadi anak kecil, kayak Peterpan Bi." "Huehehehe iya Lex, seru ya kalo ada beneran Neverland itu, di mana isinya cuma anak-anak, ga ada orang dewasa, tiap hari kerjanya main-main dan seang-senang terus. Seru banget." jawabku ikut mengkhayal. "Iya, aku jadi Peterpan-nya, kamu jadi adiknya hahahaha trus kita akan berperang melawan Kapten Hook" "Kepengennya kamu tuh karena nilaimu jeblok ahahaha makanya benci sekolah, beda ma aku" "Huuuu, kamu ini jelek banget sih, sok pinter deh, tapi kamu kan lemah ga pinter berantem kayak aku Bi" "Jadi barbar aja bangga wekkkkkk" "Bi, makasih ya udah jadi adikku. Aku sekarang udah ga berasa adik kecil lagi, tapi udah jadi Abang. Aku janji akan lindungi kamu dari siapa aja. Kalo ada yang jahat sama kamu bilang aja, biar aku yang hajar sampai mati," "Kalo mati masuk penjara tau!" "Ga masalah kan ada Papaku hahaha" "Ngeyel" Setiap waktu di rumah pohon itu jadi kenangan indah buatku, dan juga kenangan buruk, karena aku terjatuh dari pohon itu hingga tulangku retak. Bapatua jadi marah dan rumah pohon itu pun dibongkar, aku tidak masuk sekolah hingga sebulan lebih dan untuk pertama kali Alex dipukuli Ayahnya dan dikurung tidak boleh keluar rumah selama seminggu termasuk ke sekolah. Tapi itu tidak membuat persaudaraan kami putus, hanya saja kami kehilangan Negeri Di Awan milik kami. Kau mainkan untukku sebuah lagu tentang Negeri di Awan, di mana kedamaian menjadi istananya, dan kini telah kau bawa aku menuju kesana....,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun