Mohon tunggu...
Tobias TobiRuron
Tobias TobiRuron Mohon Tunggu... Guru - Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Anak petani dalam perjuangan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Welo dalam Kerinduan

9 September 2023   21:15 Diperbarui: 9 September 2023   22:25 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisaran tahun 1995 saat itu saya duduk di kelas lima (V) SDN Lamatou. Adek yang kedua di Kelas (2) SDN Lamatou dan yang bungsu Ota belum sekolah.  Bapak dan Mama sering menghabiskan waktunya di kebun di Welo. Dalam satu minggu Bapak dan Mama meninggalkan kami untuk mencari nafkah di Welo. Saya bersama Belia dan Ota kami tinggal di rumah di asuh oleh Nes Ruron, saudari kandung dari Bapak. Ia tidak berkeluarga sampai ajal menjemputnya.

Rumah kala itu dindingnya bila dari bambu (Biri) dan atapnya alang-alang sekaligus dapur. Masak dan tempat baring/tidur ada dalam gubuk tersebut.

Setiap liburan baik ujian maupun hari raya, Bapak dan Mama selalu mengajak kami ke Welo. Saat itu umumnya kami lebih senang bila ke Welo dengan berjalan kaki bersama-sama dengan teman-teman lainnya.

Kami amat menikmati perjalanan walaupun jaraknya cukup jauh dengan waktu tempuh kurang lebih dua jam. Selama perjalanan alam dengan mesranya memanja kami dengan udara yang segar, suara merdu sang burung dan menikmati segarnya air (wai Kebahi). Mandi dan minum itu pasti.

Tak bosan-bosannya saya selalu bertanya nama setiap tempat yang kami lalui. Terkadang Mama mengeluh karena saya selalu bertanya. Namun di balik itu Mama dan Bapa sangat mencintai kami dengan caranya. Apa pun yang ia makan selalu ia sisihkan sebagian untuk bagian saya dan ade saya.

Dulu, Sebelum gubuk dipindahkan ke Riang Welo, Bapak, Mama dan kami semua tinggal di Penike Uma. Tidak ada yang tinggal di sekitar itu. Yang ada hanya kami sekeluarga. Bapak punya alasan sendiri yakni dekat dengan air, tinggal langsung di kebun agar pagi-pagi ia sudah bisa kerja menyiangi rumput.

Di Penike Uma ini Bapak dan Mama juga memelihara beberapa ekor babi. Harga Babi saat itu ukuran paling besar harganya sekitar lima ratus ribu rupiah.

Karena gubuk kami dekat dengan kali besar dengan demikian hampir setiap saat saya dan ade-ade mandi. Terkadang Mama marah namun tidak mengurung niat saya dan ade --ade mandi. Bapak selalu sibuk dengan parang dan tofanya. Pagi-pagi ia sudah membersihkan rumput. Kisaran pukul 07.00 Wita ia pulang untuk sarapan pagi dan minum kopi. Dan sering Mama yang mengantar makanan. Bukan hanya mengantar makanan, namun Mama juga ikut bekerja. Mama selain seorang ibu rumah tangga, Mama juga pekerja keras. Mama multitalenta. Dari dapur, kebun, menjual sayur, tomat dan lainnya Mama bisa bekerja.

Salah satu kebun Bapa itu namanya Retopolo. Saat ini sudah dipenuhi pohon menteh. Dulu di setiap batas kebun dipenuhi dengan tomat. Dan ini menjadi bahan jual untuk Mama. Hasil jualan tersebut untuk kebutuhan dalam keluarga.

Untuk ke Retopolo salah satu jalannya harus mendaki dari Kali menyusuri bebukitan tersebut hingga sampai di atas. Bukitnya terjal dan licin juga. Kemiringannya kurang lebih 80 derajat. Cukup jauh. Namun semuanya adalah tentang hidup. Bapak dan Mama adalah petarung sejati. Cinta mereka kepada keluarga amatlah tinggi. Mereka berdua tidak mau anak-anak mereka kemudian merasakan susah yang mereka alami.

Kebun Retopolo kini umumnya ditumbuhi pohon menteh. Ribuan kilogram telah dipungut. Ratusan bulir jagung pun telah dipetik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun