Mohon tunggu...
Tobias TobiRuron
Tobias TobiRuron Mohon Tunggu... Guru - Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Anak petani dalam perjuangan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Seorang Anak Menjadi Batu

7 Desember 2022   08:45 Diperbarui: 7 Desember 2022   09:17 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri bernama Ama Nara dan Leto. Mereka tinggal di hutan di wilayah Kecamatan Tanjung Bunga dan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Mite. Mata pencaharian suami istri ini adalah petani. Kehidupan mereka jauh dari kata mewah.

Sebagai anak layak anak umumnya ia bermain dengan teman-teman sebayanya seperti petak umpet dan lainnya serta mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang tua. Salah satu keinginan yang setiap hari harus dipenuhi oleh orang tua adalah selalu ada ikan disaat makan. Tuntutan ini yang setiap hari harus dipenuhi oleh kedua orang tua dan apabila tidak dipenuhi maka anak tersebut tidak mau makan dan menangis.

Suatu malam mereka duduk makan bersama. Mite tidak mau makan karena tidak ada ikan. Hal ini membuat Mite menangis sejadi-jadinya. Ayah dan ibunya tetap makan dan sama sekali tidak menghiraukan anak mereka yang sementara menangis. selesai makan suami istri itu lalu masuk tidur dan meninggalkan anak mereka duduk dalam kegelapan. didalam ranjang kelelapan tidur malam betis dari sang ayah gatal. ayahnya terus menggaruk kakinya tersebut sehingga membuat luka baru di kakinya.

Mite masih saja tetap menangis. Karena tidak dihiraukan ia masuk kamar dan duduk dibawah kaki ayah dan ibunya. ia terus menangis minta makan ikan. tiba-tiba dari balik pintu kamar ia melihat ibunya menyodorkan satu ekor ikan besar kepadanya. Melihat ikan tersebut Mite langsung diam dan menerima ikan tersebut serta langsung menikmati makanan Bersama ikan tersebut.

Karena keinginannya untuk makan dengan ikan malam itu terpenuhi Mite duduk makan sambil menyanyi. Karena keasikan tiba-tiba Mite tersendak tulang dan menjerit dengan suara yang cukup keras. Sang ibu kaget dan langsung bangun menyalakan lampu pelita. Sang ibu bertanya. Nak..(sambil melihat dan menunjuk ikan) siapa yang memberi kamu ikan ini?. jawab Mite"Bukankah tadi ibu yang memberikan Ikan ini kepada saya?..Ibunya kaget dan berkata" ibu tidak pernah memberimu Ikan. lagipula persedian ikan dirumah ini tidak ada,Nak!, sambung sang ibu. ada apa gerangan?siapa yang memberi anakku ikan? gumam Ibu Mite..batinnya tidak tenang. dan langsung membangunkan suaminya serta menyampaikan apa yang terjadi pada anak mereka. Suami istri inipun hanya diam tanpa berkata apapun . mereka berdua hanya melihat tulang ikan yang di makan oleh anak mereka yang tersimpan diatas piring. Tanpa bertanya apapun Ama Nara  langsung menarik Mite untuk masuk ke kamar tidur.

Suatu hari sang anak ini berkata kepada ibunya. Katanya"Ina goe ka ika hala go ka Ama Nara lei". dan goe harus ka ika take pe ama nara lei putuk hala"(Ibu seandainya saya tidak makan ikan maka saya akan makan kaki ayah. ibu saya harus makan ikan kalau tidak maka luka pada kaki ayah tidak akan sembuh). saat itu juga ibunya bingung. Rasa kuatir menimpah diri Leto. Kala itu ada luka yang masih membekap di kaki Ama Nara di saat peristiwa malam itu. Luka yang awalnya tidak serius seiring berjalannya waktu luka tersebut kian parah dan tak kunjung sembuh malahan tambah parah. segala cara sudah dilakukan oleh Leto namun belum membuahkan hasil.

Walaupun kakinya sakit, Ama Nara tetap bekerja untuk menghidupi keluarga kecilnya. Karena tidak ada yang menjaga Mite di saat mereka bekerja, Ama Nara membuat kandang lalu dan memasukan anak mereka Mite dalam kandang tersebut. Setelah memastikan anak mereka dalam kandang suami istri ini pergi ke hutan untuk berburuh. Melihat hal ini,Mite terus  menangis dan berteriak memanggil ayah dan ibunya. Namun kedua orang tua mereka tidak menghiraukannya dan pergi meningalkan sang anak sendiri yang terkurung dalam kandang tersebut. Seketika itu juga,sebuah tanda yang ajaib menimpa sang anak yang terkurung di dalam kandang tersebut.anak tersebut berubah menjadi sebuah batu yang berbentuk lonjong.

Setelah selesai berburu ayah dan ibunya pulang ke rumah dan berharap hasil buruan mereka di cicipi oleh sang anak.Namun semua harapan mereka sia belaka. sesampai di rumah sang ibu langsung menuju ke tempat  anak mereka  yang di kurung dalam kandang.betapa terkejut nya sang ibu ketika melihat kandang yang telah kosong, yang  ada hanyalah sebuah batu yang tergeletak di dalam kandang  tersebut. Sang ibu menangis dan memanggil suaminya.keduanya merasa sangat sedih karena kehilangan anak satu-satunya.suami istri ini hanya pasrah dan meratapi apa yang terjadi. dan batu lonjong itu konon katanya masih ada disalah satu desa di Kecamatan Tanjung Bunga dan dibutuhkan saat seremonial atau upacara adat tertentu.

(Mina Diken)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun