Mohon tunggu...
tobiashamdani
tobiashamdani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa fakultas hukum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mereka yang Suaranya Terbungkam

22 Desember 2024   23:49 Diperbarui: 22 Desember 2024   23:49 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Diskriminasi jenis kelamin terjadi di sekitar kita dan sangatlah miris karena adanya anggapan bahwa mereka 'berbeda' dari kita karena jenis kelamin mereka yang merupakan trans. Saya mengikuti seminar CLeP FH Unair dengan Mbak Feby Damayanti yang mewakilkan Perwakos Surabaya membawakan mengenai diskriminasi trans-puan yang terjadi selama pengalamannya menjadi anggota dalam di Perwakos Surabaya. Ia mewakili organisasi waria pertama dan tertua di Indonesia yang menandakan adanya sejarah panjang dalam perjuangan untuk mencapai titik dimana diskriminasi bisa dihapuskan. Tidak lupa bahwa Indonesia sendiri masih belum memiliki konsensus dimana hak-hak dari kaum trans-puan dapat terjamin. Peluang kecil yang mereka miliki juga memaksa mereka untuk menjalani kehidupan yang cukup keras. Semua juga berasal dari latar belakang mayoritas masyarakat Indonesia terutama kota Surabaya yang menganggap bahwa jenis kelamin masih ada dua dan tindak untuk mengganti jenis kelamin dianggap haram oleh norma agama dan norma sosial. 

Beliau sangat menekankan bahwa keterlibatan keluarga sangat penting dalam segala hal termasuk masalah terkait kaum trans-puan yang ia paparkan. Tetapi berbeda hal dalam kasus trans-puan dimana seringkali ada pandangan bahwa dengan terkuburnya jasad anggota keluarga yang merupakan trans-puan maka keluarga menganggap bahwa sebuah aib telah terkubur bersama jasadnya. Beberapa kalimat tersebut benar-benar memukul dan memberikan realitas yang keras yang harus dihadapi oleh golongan ini. Juga dengan begitu banyaknya kasus penyalahgunaan wewenang oleh aparat keamanan terkait tindak razia, kami menyadari bahwa pemahaman mengenai hukum dasar sangatlah penting dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa perlu adanya yang disebut bargaining power yang didasarkan dasar hukum itu sendiri. Untuk melawan razia yang seringkali berujung kepada tindak yang tidak bertanggung jawab yang dapat berujung kepada maut. 

Ia juga memberikan sebuah pemaparan mengenai kondisi bahwa ketika orang-orang mengganggu ketertiban umum, maka akan langsung di data oleh pemerintah kota. Dilanjutkan dengan perbuatan keji dinas sosial yang menyamakan kaum trans-puan dengan gelandangan berdasarkan kebijakannya. Dengan dijelaskannya mengenai peristiwa penangkapan seorang trans-puan bernama Yanti yang diunggah di sosial media dengan judul keberhasilan Satpol PP dalam pemberantasan kinerja benar-benar menguatkan adanya indikasi diskriminasi kuat yang dilakukan oleh pihak berwenang. Tindak pelecehan seksual dan verbal oleh Satpol PP juga sangatlah sering ditemui di kota Surabaya. Ia juga memberikan pendapatnya mengenai fenomena miris mengenai kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang sulit bagi kaum trans-puan karena anggapan orientasi yang dianggap berbeda. Fenomena tersebut dikuatkan dengan kriteria lowongan kerja formal yang hanya membataskan pada golongan jenis kelamin pria atau wanita. Maka dari itu muncul juga kenyataan bahwa banyak dari mereka yang terjebak dalam dunia prostitusi karena keterpaksaan dan sempitnya kebebasan mata pencaharian. 

Membagikan dari pemikiran pribadi, beliau mengatakan bahwa kaum trans-puan juga bukanlah hewan yang dapat dikesampingkan dari masyarakat secara keseluruhan. Fakta yang ada merupakan kaum trans-puan juga dapat berkontribusi untuk masyarakat. Ada yang menjadi pengacara, dosen, bahkan penyanyi. Dikarenakan peluang yang kecil hanya karena perihal orientasi seksual, wajar jika masih sulit bagi mereka untuk dapat meningkatkan harkat kehidupan kaum mereka. Mendengar eksposisi yang dibawakan beliau, saya merasa bahwa negara ini perlu menelaah lebih dalam mengenai apa arti dari kebebasan dalam orientasi seksual. Bahkan dalam budaya masyarakat Bugis, terdapat pembagian gender sampai 5 golongan. Fakta tersebut menguatkan bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya akan unsur budaya juga memiliki identitas kuat sebagai wadah akan berbagai hal. Dalam situasi ini yakni terkait perjuangan hak asasi manusia kaum trans-puan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun