Mohon tunggu...
Tobias Gunas
Tobias Gunas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

"Cogito Ergo Sum" (Rene Descartes)

Selanjutnya

Tutup

Bola

Antara "Bromance" dan Rivalitas Prancis Versus Maroko

16 Desember 2022   10:36 Diperbarui: 16 Desember 2022   10:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertandingan seminal Piala Dunia Prancis versus Maroko sangat sengit. Rivalitas yang sangat ketat antara dua tim sepak bola terjadi sepanjang pertandingan. Masing-masing tim memiliki pemain bintang dan menerapkan strategi jitu. Tim Prancis yang dijuluki "les Blues" tampil dengan sejumlah pemain terbaiknya, diantaranya Kylian Mbappe. Sementara, tim Maroko dengan julukan "the Atlas lion"juga bertanding dengan sejumlah pemain yang memiliki skil individu dan kecepatan, seperti Achraf Hakimi. Keduanya saling beradu kekuatan, racikan strategi, dan profesionalitas dalam mengola si kulit bundar. Kemauan yang kuat untuk keluar menjadi finalis Piala Dunia Qatar 2022 menjadi pelecut bagi kedua tim dari benua Eropa dan Afrika. Akhirnya, Prancis mampu mengalahkan timnas Maroko dengan skor 2-0. Tim "ayam jantan" berhak mendapat tiket ke babak final yang akan berhadapan dengan timnas Argentina. Di tengah rivalitas, kemenangan, dan kekalahan, ada kisah menarik yang terpotret dalam diri dua pemain hebat, Kylian Mbappe dan Achraf Hakimi. Relasi keduanya yang terbangun begitu akrab digambarkan dengan kata "bromance".

Kita semua tahu bahwa pertandingan sepak bola sekelas Piala Dunia pasti menyuguhkan rivalitas antara timnas. Bahkan level rivalitas yang tidak biasa-biasa saja. Rivalitas tak terhindarkan dalam pagelaran sepak bola dunia yang sangat prestisius karena mempertaruhkan gengsi dan nama baik timnas sekaligus negara. Rivalitas mulai ditunjukkan dari babak penyisihan grup, babak 16 besar, babak delapan besar, dan terus meningkat hingga babak semi final. Tensinya semakin tinggi pada saat pertandingan final antara Argentina kontra Prancis. Khusus rivalitas Prancis versus Maroko sudah diprediksi sebelum pertandingan. Prancis di atas kertas lebih diunggulkan. Media Kompas TV melansir prediksinya bahwa dari tujuh kali pertandingan head to head dari kedua timnas tersebut, Prancis lebih dominan dengan kemenangan lima kali. Meskipun demikian, timnas Maroko bukanlah tim "underdog" yang mudah dikalahkan; ia hadir dengan skuad terbaiknya.  Dalam jejak pertandingan pada babak sebelumnya, Tim " Singa Atlas" telah menampilkan performa terbaiknya dengan mengalahkan timnas Portugal dan Spanyol. Banyak kejutan yang ditorehkannya. Maka tidak heran, kalau timnas Maroko sering dijagokan sebagai tim "black horse". Selama pertandingan semifinal berlangsung, rivalitas kedua timnas semakin memuncak. Secara statistik, rivalitas dapat diilustrasikan dengan angka-angka matematis.

Angka-angka matematis tersebut menunjukan peta rivalitas kedua tim dimana timnas Maroko lebih agresif dari skuad Prancis. Artinya, dengan melihat data statistik tersebut timnas Maroko tidak bisa diremeh-temehkan. Tidak hanya agresif, tim Maroko pun sangat berambisi untuk mengalahkan Prancis, dan keluar menjadi tim Afrika pertama yang masuk final piala dunia. Yang membedakannya, timnas Prancis mampu mencetak dua gol ke gawang lawannya. Dengan kata lain, tim ini lebih efektif dalam pola menyerang balik yang berujung pada kekalahan Maroko. Mimpi Maroko mengecap nikmatnya persaingan di babak final Piala Dunia Qatar 2022 kandas di tangan tim "ayam jantan".

Di tengah pusaran rivalitas dan ambisi besar dari kedua timnas, tumbuh rasa persaudaraan yang kuat antara pemain, khususnya terpotret pada diri Kylian Mbappe dan Achraf Hakimi. Serentak aroma rivalitas, kemenangan, dan kekalahan berbaur jadi satu dalam relasi persaudaraan yang intim. Fenomena inilah yang disebut "bromance". Secara leksikal, kata ini berasal dari dua kata yang berbeda, yaitu brother (bro) dan romance (mance). Keduanya digabungkan menjadi satu kata yang bermakna relasi persaudaraan yang akrab meskipun bukan satu keturunan. Setelah pertandingan usai, Mbappe dan Alchraf saling berpelukan dan bertukar jersi. Aksi seperti ini tidak selalu terjadi dalam setiap pertandingan sepak bola internasional. Kita ingat bagaimana tim Argentina melakukan selebrasi berlebihan di hadapan tim Oranye Belanda yang menelaan pil pahit kekalahan, serta bahasa tubuh Lionel Messi yang dikritik oleh warganet karena merendahkan tim lawan. Sebaliknya, apa yang dilakukan oleh dua sahabat akrab, Mbappe dan Hakimi, menunjukkan persaudaraan dan chemistry yang melampaui persoalan kala-menang dalam pertandingan sepak bola. Intimasi dari keduanya menurunkan tensi rivalitas antara Prancis dan Maroko. Lebih dari itu, ini wujud sikap positif, sportif, dan apresiatif yang memberi efek domino kepada semua penonton dan pendukung dari dua timnas tersebut. Menang atau kalah pasti akan selalu dialami oleh setiap timnas sepak bola; tidak ada kemenangan atau kekalahan yang abadi. Prancis, betapa pun hebatnya, pernah mengalami kekalahan dari Tunisia. Demikian juga, Maroko telah menikmati sukacita dan euforia kemenangan atas timnas Portugal. Dalam ungkapan Tyrion Lannister berbunyi, "kekalahan adalah kemenangan tertunda. Kemenangan pula adalah kekalahan yang tertunda".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun