INTEGRITAS GURU MASA KINI : BELAJAR DARI GURU OEMAR BAKRI
Tobias Gunas,S.S.,M.Pd
Tobgun74@gmail.com
Mahasiswa Program Doktor Linguistik Universitas Udayana
Bagi generasi X, lagu Oemar Bakri sudah tidak asing lagi. Pada awalnya, lagu karya Iwan Fals ini hanya digandrungi oleh para musisi jalanan dan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah  di era Orde Baru. Kemudian berkembang dan menjadi populer di semua kalangan. Â
Syair dan warna musiknya sederhana, menarik dan mudah dinikmati. Maknannya menggambarkan realitas kehidupan guru yang jauh dari kesejahteraan pada masa Orde Baru. Semua itu tercermin dalam figur guru Oemar Bakri.Â
Jika kontennya direflesikan secara mendalam, tentu ada hubungannya dengan profesi guru pada era kemajuan teknologi digital dewasa ini. Lagu Guru Oemar Bakri, terlepas sebagai bentuk kritik sosial, mengajarkan keluhuran dan nilai-nilai positif  yang perlu dimiliki oleh guru.
Bila kita cermati syair  lagu Guru Oemar Bakri, "mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti, itu murid bengalmu mungkin  sudah menunggu". Dalam situasi politik dan ekonomi yang serba sulit di era Orde Baru, Ia masih berkomitmen dengan keluhuran tugasnya. Â
Betapa tidak,  tugas guru sungguh luhur dan mulia.  Sebagai pengajar, Guru membawa pencerahan dan kemajuan dalam dunia pendidikan. Ia membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar menjadi pribadi yang lebih baik.  Ia  harus mendidik siswa dengan keteladan atau contoh-contoh perilaku sopan-santun.Â
Dalam bahasa klasik, tugas guru itu memanusikan manusia. Tentu, guru harus bangga dengan tugasnya yang mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berkepribadian. Di sinilah, guru mewujudkan peran profetisnya.Â
Meskipun berhadapan dengan tantangan global di era digital dewasa ini, eksistensi dan peran guru masih tak tergantikan oleh kecanggihan media teknologi. Tidak perlu cemas! Disrupsi, transformasi, inovasi teknologi atau apapun namanya tidak bisa menghilangkan posisi guru dalam pembelajaran.Â
Guru memiliki spirit yang senantiasa hidup dalam ruang-ruang pembelajaran. Kalau ada guru melakukan pembelajaran dengan cara instan, dengan alih teknologi semata, maka tugasnya tidak lebih dari sekadar meneruskan pengetahuan kepada siswa.Â
Misalnya, ada guru yang hanya mengirim materi melalui google classroom, namun tidak ada interaksi pembelajarannya. Sejatinya, ini tidak boleh dilakukan jika kembali merefleksikan peran guru yang luhur dan mulia.
Nilai lain yang juga ditunjukkan oleh Guru Oemar Bakri ialah integritas. Dalam syair yang berbunyi "jadi guru jujur berbakti memang makan hati". Integritas diwujudkan dalam kejujuran, kedisiplinan, tanggungjawab, dan kepedulian yang tinggi.
Guru yang berintegritas berpegang teguh pada nilai-nilai karakter tersebut. Mungkin ada banyak guru yang cerdas, namun masih rendah dalam hal integritas. Tidaklah mengherankan, kalau ada yang mengatakan bahwa mencari guru yang berintegritas di zaman ini lebih sulit daripada guru yang cerdas.Â
Maraknya kasus korupsi, perundungan, dan pelecehan seksual terjadi di lingkungan sekolah. Â Setidaknya, menurut ICW trend kasus korupsi sektor pendidikan dari 2016 hingga 2021 masih tinggi. Artinya, lembaga pendidikan kita berada di tengah kepungan korupsi.Â
Demikian juga kasus perundungan terhadap siswa marak terjadi di lingkungan sekolah  secara langsung dan bahkan semakin meluas ke ranah virtual. (KPAI 2021).Â
Belum lagi kasus pelecehan seksual yang terus terjadi di lingkungan pendidikan semakin meningkat (Komnas HAM, 2022). Sebagian besar pelakunya adalah guru yang tidak memiliki integritas.
Lembaga pendidikan yang dulu dianggap steril, bersih, dan bebas dari isu-isu tersebut menjadi rusak dan kotor. Mengapa ini terjadi? Ada tiga faktor yang memengaruhinya, yakni peran kekuasaan, konstruksi sosial, dan target kekuasaan (Gordon, 2018).Â
Untuk itu, diperlukan upaya yang serius dari semua pihak, khusus pihak sekolah, untuk menumbuhkan integritas guru di sekolah, seperti  pengembangan literasi integritas, zona integritas, komitmen, dan pemodelan kegiatan-kegiatan positif.
Guru Oemar Bakri menekan figur guru profesional yang berakhlak baik. Akhlak atau moral yang baik merupakan indikator kinerja guru profesional.Â
Tentu saja tidak cukup dengan bermoral baik, guru harus memiliki kompetensi dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pendidikan global pada abad 21 ini.Â
Setidaknya, figur guru harus moderat, inovatif, dan kreatif. Untuk mencetak guru profesional, pemerintah telah dan sedang melaksanakan berbagai program pelatihan dan lokakarya.Â
Diantaranya, program Guru Penggerak melatih guru untuk berkolaborasi antarguru and menciptakan ekosistem pembelajaran yang berpusat pada siswa.Â
Terlebih di era revolusi teknologi 4.0, guru harus menghadirkan kegiatan-kegiatan inovatif dan menantang yang mengasah daya pikir kritis siswa. Pembelajaran bukan biasa-biasa saja business as usual! Â Lompatan perubahan tidak terhindarkan.Â
Untuk itu, guru profesional harus adaptif  dan berwawasan terbuka terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi digital. Secara konkrit,  guru harus mampu menerapkan beragam teknologi digital untuk peningkatan mutu pembelajaran.
Guru Oemar Bakri juga mengajarkan pola hidup sederhana. Kesederhanaannya tercermin dalam lirik lagu berbunyi "tas hitam dari kulit buaya, laju sepeda kumbang di jalan berlubang".Â
Terlepas masalah kesejahteraan guru yang rendah, kesederhanaan dapat menjauhkan dirinya dari gaya hidup materialistis dan hedonis. Kesederhanaan bukan berarti miskin secara materi, namun sikap dan perilaku yang bersahaja dan tidak berlebihan.Â
Guru yang sederhana lebih realitis, bijak, cerdas, dan tidak terikat dalam berpikir dan bertindak. Kesederhanaan sangat penting bagi guru agar tidak mudah tergoda dengan gaya hidup superfisial-materialistis. Apa yang ditunjukan oleh guru Oemar Bakri merupakan teladan bagi guru masa kini untuk membentengi diri dari pengaruh budaya metropolis yang glamor bertebaran di dunia maya.Â
Pengaruh negatif dari teknologi digital dan derasnya modernitas juga turut memberi dampak buruk pada gaya hidup guru dewasa ini. Saatnya, guru harus kembali kepada jati dirinya, yaitu pribadi yang sederhana.Â
Kesederhanaan harus ditunjukkan dalam keteladanan sikap dan perilaku di lingkungan sekolah dan di tengah masyarakat. Dalam kesederhanaan, ada totalitas dan komitmen yang senantiasa menjadi pelecut sebagai "obor" Â dan figur yang digugu dan ditiru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H