Seharusnya telah berlalu masa ketika Kekayaan Alam tidak menghadirkan kemakmuran dan ketika Limpahan Penduduk tidak menjadi kekuatan Pengubah. Ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam dan Kesempatan menjadi Alasan kenapa Kekayaan Alam tidak menjadi berkah melainkan kutuk. Ini merupakan Ungkapan Salah satu Pemikir Kebangsaan Muda Indonesia Dr. Yudi Latif. Kemudian beliau melanjutkan dalam Halaman Terakhir buku Negara Paripurna (2011) yang mengatakan “ kehilangan terbesar bangsa ini bukanlah kemerosotan Pertumbuhan Ekonomi atau kehilangan pemimpin, melainkan kehilangan karakter dan harga diri, karena diabaikannya semangat dasar kehidupan bernegara.
Indonesia tahun 2015 akan menghadapi tantangan kebangsaan yang lebih besar. Dimana sejak Januari 2015 akan dibuka. MEA adalah salah satu keputusan dalam Declaration of ASEAN Concord II yang diselenggarakan di Bali pada 7 Oktober 2003. Ini artinya Indonesia akan menghadapi persaingan yang sangat ketat dan kompetitif sebab persaingan tidak hanya skala dalam negeri melainkan berhadapan dengan dari negara lain. Selain itupula, sejak 2015 hingga 2035 Indonesia juga akan mengalami penambahan penduduk usia produktif dimana Penduduk Indonesia diperkirakan akan mengalami Bonus Demografi. Bonus demografi Artinya jumlah penduduk usia produktif mencapai 2/3 dari total jumlah penduduk (dikutip dari Detiknews.com)
Sebagai sebuah bangsa yang besar dengan tingkat Persaingan yang sangat kompetitif pula maka tidak bisa hanya bermodalkan bonus demografi secara kuantitas. Pertambahan jumlah Penduduk Usia Produktif yang merupakan manusia- manusia tanpa diimbangi dengan kehadiran jiwa dan manusia baru secara karakter, mindset dan etos maka Indonesia tidak ada ubahnya dengan keadaan sekarang. maka sebagaimana diungkapkan oleh Yudi Latif bahwa limpahan Penduduk tidak menjadi kekuatan untuk mengubah melainkan berubah menjadi kutuk. Maka bonus demografi 2035 meniscayakan bonus karakter dan etos manusia Indonesia baru (homines novi).
Untuk menuju dan menyambut bonus demografi Indonesia maka Revolusi Mental menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, sebagaimana dinyatakan oleh Joko Widodo permasalahan Indonesia bukan hanya tataran regulasi formal semata melainkan juga bermasalah secara mental. Jika demikian, angkatan Usia Produktif nantinya yang sangat besar jika tidak diimbangi dengan hadirnya mindset- mindset dan jiwa karakter baru maka permasalahan Indonesia akan berada keadaan stagnan.
Revolusi Mindset Kerja
Pendidikan menjadi sarana penting dalam revolusi mental kebangsaan. Namun tidak dipungkiri Pendidikan hanya bersifat partikularistik. Artinya ialah sebagain besar diserahkan kepada peserta didik atau kepada Objek Pendidikan. Jika menelaah kebijakan Pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa ada diskriminasi antara kaya dan miskin sangat perlu diapresiasi. Lewat berbagai Kebijakan Beasiswa termasuk Bidikmisi termasuk Penulis sendiri salah satu penerima sangat menyentuh kehidupan dan keinginan masyarakat miskin untuk dapat kuliah. Tentu menjadi persiapan yang tepat dan pas untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia sekaligus upaya untuk memastikan Bonus Demografi akan menjadi peluang.
namun permasalahan tidak berhenti begitu saja. Pendidikan Formal tidak serta merta mampu mengubah segalanya melainkan butuh komitmen dan sambutan mental yang baik sehingga Pendidikan tidak sebatas alat untuk mendapatkan gelar atau titel dan atau alat untuk mencari pekerjaan melainkan alat, peluang untuk menciptakan Lapangan Pekerjaan. Sebagaimana dirilis oleh Kompas.com 02 September 2014 Pengamat ekonomi Aviliani memprediksi, Indonesia akan kebanjiran pengangguran lulusan perguruan tinggi pada tahun 2020 mendatang. Dia menyebut hal itu sebagai pengangguran intelek yang disebabkan Pendidikan Gratis.
Permasalahan Mental Kebangsaan kita saat ini ialah usia- usia produktif yang dilahirkan institusi Pendidikan yang masih bermental Pencari Kerja bahkan masih besar adagium yang paling ngotot untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Masih banyaknya kalangan intelektual yang hanya bersifat mencari kerja bukan pencipta lapangan kerja akan menimbulkan pengangguran terdidik sebagaimana yang dibayangkan serta permasalahan sistemik lainnya dan Pemerintah akan kembali menjadi sorotan atas kegagalan ini.
Maka untuk itu revolusi mental Pencari kerja menjadi Pencipta Lapangan kerja untuk diri sendiri sedari kini sebuah keniscayaan. Maka orientasi Pendidikan di dalam Kampus hendaknya mengalami pergeseran dari hanya sekadar mencapai nilai diatas kertas dan penghargaan orang lain tanpa adanya pergeseran paradigma untuk menempuh pendidikan untuk lebih substansial dan utuh. Ungkapan latin mengungkapkan non scholae sed vitae discimus yang artinya kita belajar bukan untuk memperoleh nilai diatas kertas dan pengakuan dari orang lain untuk cara untuk hidup. Maka revolusi dalam dunia kerja yang dipersiapkan lewat Proses pendidikan yang panjang bukan untuk menciptakan manusia- manusia yang berkutat pada pencari kerja melainkan pencipta lapangan kerja.
Jika revolusi Mindset kerja menuju 2035 tidak segera berjalan maka pengangguran akan tetap menyeruak. Pemerintah lewat keterbatasan sistem dan kemampuan tidak begitu saja bisa menyediakan lapangan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan setiap orang. Ada baiknya kita melirik Negeri Sakura Jepang dimana angkatan usia Kerja lebih memilih berwirausaha ketimbang menjadi Pegawai negeri Sipil dan sebagainya.
Pada 2035 dimana usia Produktif mencapai 2/3 atau sekitar 70% Jumlah Penduduk Indonesia akan berhasil manakala 2/3 atau 70% tersebut mampu memastikan dan menciptakan peluang kerja untuk diri sendirinya. Jika tidak demikian, Pengangguran sistemik dan Terdidik akan terjadi. Diera Masyarakat Ekonomi Asean nantinya akan menjadi gelombang hantaman badai besar yang Indonesia tidak siap menghadapinya. Mental Ekonomi Berdikari berdiri diatas kaki sendiri, menciptakan lapangan kerja sendiri menjadi modal untuk menyongsong Bonus Demografi yang lebih menjamin dan seimbang menuju Indonesia baru.
Oleh : Toba Sastrawan MAnik
Penulis Mahasiswa PPKn FIS Universitas Negeri MEdan Penerima Beasiswa Bidikmisi 2102
email : tobasastrawanmanik@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H