Mohon tunggu...
Tobari
Tobari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Berharap diri ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aksi Dosen ASN 3 Februari 2025: Tuntutan Hak yang Seharusnya Sudah Diterima

2 Februari 2025   17:36 Diperbarui: 2 Februari 2025   17:53 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Elia Radianto foto bersama isteri dan anak bungsunya (Sumber: Elia Radianto) 

Saat ini para dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) pejuang tunjangan kinerja (Tukin) dari berbagai daerah di Indonesia telah bergerak menuju ibu kota untuk menggelar aksi demonstrasi nasional 3 Februari 2025 di depan Istana Presiden.

Aksi ini merupakan puncak dari perjuangan panjang para dosen dalam menuntut pembayaran Tukin yang telah tertunda sejak tahun 2020.

Para dosen berharap pemerintah dapat mendengar jeritan hati para dosen dan segera mengambil kebijakan untuk memenuhi hak-haknya yang selama ini terabaikan.

Dalam perjalanan menuju aksi ini, berbagai kisah haru dan perjuangan hidup para dosen terungkap.

Salah satunya adalah kisah Elia Radianto, seorang dosen Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XII yang dipekerjakan (DPK) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Indonesia Maluku (FEB UKIM) di Ambon.

Dalam grup WhatsApp "Aliansi Dosen ASN LLDIKTI Indonesia" yang beranggotakan 665 orang, Elia Radianto yang tertera namanya Ely dalam grup WA tersebut dengan penuh haru menyampaikan kisahnya yang mencerminkan betapa sulitnya kondisi ekonomi yang dihadapi oleh para dosen ASN yang mengharapkan cairnya Tukin ini yang sebenarnya sangat diharapkan oleh semua dosen yang belum mendapatkan hak tukinnya.

Dalam WA grup tersebut pak Ely menyampaikan keluh kesahnya seperti berikut: "Selamat siang Bapak/Ibu sekalian. Dengan sangat terharu bercampur stres, saya terpaksa menyampaikan isi hati saya di grup ini tanpa rasa malu. Saya mendukung semua aksi yang dilakukan oleh Bapak/Ibu sekalian, tetapi saya tidak bisa berpartisipasi baik ke Jakarta maupun dalam memberikan donasi, walaupun hanya Rp 100.000,-. Rekening BRI saya telah dipotong habis, tersisa Rp 25.000,- karena dana tersebut telah diblokir untuk potongan angsuran cicilan rumah," tuturnya dengan penuh kesedihan.

Permasalahan yang dihadapi Elia Radianto semakin berat ketika pihak bank mengancam akan melelang rumahnya. Pada tanggal 29 Januari 2025, ia mendapat pemberitahuan dari bagian Kredit BRI bahwa jika ia tidak segera melunasi tunggakan cicilan rumahnya, maka rumah yang ia tempati akan dilelang. Ia hanya diberikan waktu hingga 30 Januari 2025 untuk menyelesaikan tunggakannya. Dalam kondisi terdesak, ia berusaha menghubungi pimpinan BRI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memohon kebijakan agar rumahnya tidak dilelang.

Beruntung, usahanya mendapatkan tanggapan. Pihak BRI memberikan kesempatan hingga Februari 2025 dengan syarat ia harus menyetor Rp 1,4 juta agar tidak masuk dalam kategori Non-Performing Loan (NPL). Namun, dengan kondisi keuangan yang telah tergerus habis oleh pemotongan gaji, ULP, dan tunjangan sertifikasi dosen (Serdos), ia harus mencari dana tambahan dengan berbagai cara.

"Saya terpaksa mentransfer sisa uang dari pendapatan tambahan di PTS tempat saya mengabdi. Saat ini posisi saya sangat terjepit. Upaya untuk meminta bantuan pinjaman di kampus maupun rekan-rekan tidak mendapatkan hasil. Bulan ini pun gaji, ULP, dan Serdos saya akan kembali dipotong oleh BRI," ujarnya dengan suara penuh kepedihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun