Hai sohibku!
Kemari dan datangi aku
Ada sesuatu yang mengganjal dalam dada ini
Diriku ingin memulai curahan hati
Maka duduk dan dengarkanlah uneg-uneg ku ini
Hariku sedang memasuki musim semi
Berbunga-bunga dalam hati
Panah cinta tepat menusuk dalam dada
Membuatku jatuh hati pada puteri sahaya
Dia hanya orang biasa
Bukan konglomerat apalagi anak penguasa
Khimarnya saja tidak sama dengan kepunyaan puteri raja
Wahai sohibku!
Kalau aku boleh mengibaratkan
Dirinya laksana mawar biru
Di tengah badai salju
Sangat menawan namun penuh tantangan
Wajahnya merah seperti Humairah
Namun dia bukanlah Sayyidah Aisyah
Senyum di wajahnya selalu menyejukkan kalbuku
Hai sohibku!
Kau pasti tahu kan?
Bahwasanya tiada kompetisi yang tidak bisa aku kuasai
Baik itu antar kelurahan ataupun antar perhimpunan
Namun kali ini gelisah berbisik dalam dada
Memperingatkan kalau aku tidak mampu berkompetisi disini
Setiap aku di dekatnya
Aku menjadi orang dungu
Tidak berani menantang
Tidak berani pula untuk hengkang
Sohibku!
Kuberitahu rahasiaku
Setiap dua pertiga malam
Aku bangun untuk menghadap Tuhan semesta alam
Mulut ini ratib mensyahdukan asma-Nya
Merayu Sang Pencipta
"Berikan dia yang terbaik, Wahai Tuhanku!" Isi doaku
"Wahai Tuhanku! Jadikan diriku hamba terbaik di sisi-Mu" Rayu atmaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H