Suatu hari, ada sepasang suami istri yang memiliki anak yang menjadi mahasiswa Harvard hendak menemui rektor Harvard. Karena penampilan suami istri ini sangat-sangat sederhana, bahkan terkesan lusuh, rektor ini tidak mau menemui mereka. Bagi rektor itu, waktunya sangat berharga, tidak layak dihabiskan untuk menemui mereka. Rektor itu meminta sekretarisnya untuk memberi tahu suami istri ini kalau dia sangat sibuk dan tidak dapat menemui mereka. Namun demikian, suami istri ini tetap menunggu. Karena tidak pulang-pulang juga, akhirnya rektor ini bersedia menemui suami istri ini.
“Apa yang bisa saya bantu,” tanya si rektor. ”Kami memiliki anak yang bersekolah di Harvard ini…” kata sang suami. Sang rektor setengah tidak percaya mendengarkan perkataan bapak ini. Yang ada di dalam pikirannya adalah bagaimana mungkin orang miskin seperti kamu mampu menyekolahkan anak di Harvard.
“Dan anak kami sangat bangga bisa menjadi bagian universitas ini,” lanjut si ibu. “Lalu apa yang kalian inginkan?” si Rektor mulai tidak sabar. “Putera kami baru saja meninggal dunia dan kami ingin membuat sesuatu untuk mengenang anak kami di Harvard.”
“Hah, kalian pikir Harvard itu tempat apa? Kalau setiap orang yang meninggal dibuatkan tugu peringatannya, Harvard akan jadi seperti kuburan!”
”Kami tidak bermaksud untuk membuat tugu peringatan Pak. Kami ingin menyumbangkan uang untuk pembangunan gedung untuk mengenang anak kami”
”Gedung?! Apa kalian tidak tahu berapa juta dollar yang dibutuhkan untuk membangun gedung di Harvard. Kalian hanya melantur saja dari tadi. Maaf, saya saat ini sibuk sekali.”
Akhirnya suami istri itu pergi dari ruangan rektor itu. Beberapa tahun kemudian, berdirilah universitas baru di Amerika yang sampai sekarang masih termasuk dalam Ivy League. Universitas itu adalah Stanford University dan suami istri itu sesungguhnya adalah keluarga Stanford yang kaya raya.
Moral of the story: Do not judge the book by its cover!
So, kesimpulan dari tulisan ini: gak ada salahnya dengan kita “mendandani” diri kita dengan memakai busana yang bagus, cuman jangan hanya puas sampai situ saja. Selain apa yang tampak, kita juga harus ”mendandani” apa yang ada di dalam: karakter kita, pengetahuan kita, keterampilan kita. Bukankah apa yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tidak kelihatan bernilai kekal?
http://tjokricky.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H