Contohnya, terhadap teman kita yang ”biasa-biasa” saja, kita bersikap juga ”biasa-biasa” saja. Tapi terhadap teman atau orang yang kita tahu memiliki banyak kelebihan (bisa lebih harta, lebih pintar, lebih menarik), sikap kita pun berubah dari yang ”biasa-biasa” saja menjadi ”agak tidak biasa”.
Sifat bunglon ini bisa muncul karena di dalam pikiran kita, sadar tidak sadar, kita memikirkan transaksi untung-rugi seperti orang berdagang. Apa untungnya kalau saya mau repot-repot bersikap baik kepada orang itu? Apa yang saya bisa dapat kalau saya berteman dengan dirinya?
Karena kita berpikir tidak ada yang bisa kita dapatkan dari si ”miskin”, buat apa toh kita bersikap baik? Seperti orang-orang yang menolak memberi pekerjaan Hillary, mereka telah melakukan kalkulasi dalam pikiran mereka: untung ruginya jika memberi pekerjaan kepada Hillary. Dan sayangnya, dari hitung-hitungan mereka, mereka tidak melihat akan mendapatkan untung dari membantu wanita setengah baya yang tampak bodoh dan tidak berkemampuan.
Sifat bunglon ini bisa menjangkit siapa saja. Bahkan seorang pelayan rohani pun, kalau tidak hati-hati, bisa terjangkit sifat bunglon ini. Apabila umat yang dilayaninya ”kaya raya”, sikap dan tutur katanya pun menjadi penuh kasih mesra. Tapi giliran ada umat yang ”belum kaya harta, tapi kaya hati”, sikapnya jadi berubah 180 derajat. Pelayanan kepada si umat pun jadi ala kadarnya.
Saya terkesan dengan salah satu nas yang mengungkapkan suatu ”rahasia” dimana terkadang malaikat-malaikat suka menyamar menjadi orang-orang yang di mata manusia mungkin kecil, rendah dan tak berarti. Malaikat-malaikat ini seyogyanya hendak menguji derajat kasih seseorang apakah kasihnya tidak melihat rupa dan tulus.
Coba mulai hari ini, kita belajar berpikir bahwa setiap orang adalah malaikat-malaikat yang menyamar. Dengan memiliki pikiran seperti ini, niscaya kita tidak lagi akan berpikir ”untung-rugi” saat berinteraksi dengan sesama kita.
Kita akan melihat setiap orang dengan cara yang baru dan berbeda. Kita pasti akan berusaha memberikan yang terbaik: perkataan yang terbaik, perhatian yang terbaik, pemberian yang terbaik. Dan, pasti akan ada juga berkat terbaik yang bisa kita peroleh. So, ayo kita buka mata lebar-lebar mata rohani kita, siapa tahu saat ini ada ”malaikat-malaikat” di sekeliling kita!
http://tjokricky.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H