[caption id="attachment_343694" align="alignleft" width="640" caption="uang bisa jadi berkah ,tapi bisa berubah jadi kutukan(ft,tjiptadinata effendi)"][/caption]
Warisan Dapat Jadi Berkah Untuk Keluarga,tapi bisa Juga Jadi Petaka.
Kemarin teman putri kami datang bertandang kerumah. Karena putri kami belum kembali dari tempat pekerjaannya, maka saya duduk sesaat untuk menanyakan apa kabar? Ternyata , Conny (bukan nama sebenarnya) terus bercerita,bahwa ayahnya baru saja meninggal beberapa minggu lalu. Tentu saya ucapkan ikut berduka cita ,kepadanya.
Conny melanjutkan ceritanya.bahwa yang lebih menyedihkan hatinya adalah bahwa dalam pembagian warisan ,ia hanya diberikan 5 ribu dollar oleh kakaknya yang paling sulung. Padahal rumah warisan dijual dengan harga lebih dari 500. Ribu dollar. Jadi Conny hanya diberikan 1 persen dari jumlah warisan. Karena tidak tahu duduk persoalannya dan juga tidak ingin mencampuri urusan keluarga, maka saya menjawab dengan :”Ooh I see…oo begitu yaa?
Mungkin saking mendongkol hatinya, walaupun saya sama sekali tidak bertanya,bahkan menjawab sebatas menghargainya.Conny masih tetap semangat menceritakanperihal keluarganya. Padahal setahu saya,orang Australia paling tertutup terhadap segala kejadian dalam keluarga dan tidak ingin kehidupan privasinya di intervensi orang lain. Tapi kali ini agaknya Conny sudah keluar dari jalur tradisi ini.
Singkat ceritanya.,kalau sebelumnya mereka ber lima dan kelima limanya wanita, sangat akur dalam berkeluarga. Malah sesudah pembagian harta warisan yang dinilainya sama sekali tidak adil,telah memecah belah mereka antar kakak adik.
Refleksi diri
Saya berpikir, ternyata kalau sudah menyangkut masalah uang,orang bisa berubah total.Sahabat baik bisa jadi bermusuhan dan seperti cerita dari Conny. 5 bersaudara kandung ,yang sejak kecil akur,kini menjadi berantakan,karena masalah warisan,yang notabene adalah masalah uang.
Ternyata uang tidak mengenal beda suku bangsa . Ia merambah semua manusia dan menguji keimanan mereka. Sebagai manusia yang sudah berusia 71 tahun plus, saya sudah melihat dan mendengarkan ,bahwa warisan ternyata lebih banyak mendatangkan petaka bagi keluarga ,ketimbang jadi berkah.
Hal ini Dapat Terjadi ,karena :
- Orang berpikir,nantilah saya masihmuda
- Urusan warisan bukan urusan saya,biar nanti anak anak menyelesaikan sendiri
- Anak anak saya semuanya akur, saya percaya ,mereka tidak akan berantem karena warisan.
- Harta saya tidak banyak
- Masa masih hidup koq sudah bicara warisan
Padahal ada sebuah kenyataan yang banyak orang melupakannya,yakni :’Hari esok belum tentu miliki kita” No one knows what will happened for to morrow”
Karena itu ,apa yang dapat dipersiapkan sedinimungkin jangan ditunda, Menunda berarti meniadakan Menunda berarti tidak ingin merencanakannya. Akibatnya adalah seperti yang kita saksikan.Begitu orang tua meninggal.anak anak yang tadinya akur,saling berebut harta dan saling bermusuhan. Warisan dapat menjad madu ,tetapi bila tidak disikapi dan dipersiapkan secara dini,akan berubah menjadi racun atau bom waktu yang akan meluluh lantakkan seluruh keluarga.
Pengalaman Prbadi
Belajar dari pengalaman orang lain, bahwa warisan kebanyakan berubah menjadi racun dalam keluarga,maka sejak anak anak masih di SMP.kami sudah memanggil mereka dan menegaskan bahwa kelak:”Tidak ada warisan”.
Warisan kami bagikan sekarang,yakni dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melanjutkan study . Setelah mereka berkeluarga,maka kami akan gunakan sisa uang tabungan untuk kami nikmati berdua ,melalui traveling atau apapun yang kami senangi. Dan kami bersyukur,anak anak kami memahami dengan baik.
Tanpa bermaksud menggurui, tulisan ini saya postingkan dengan harapan,setidaknya mengingatkan kita semuanya, baik yang sudah memiliki anak anak,walaupun masih akan ,bahwa warisan dapat menjadiberkah atau menjadi kutukan bagi keluarga,tergantung cara kita mempersiapkannya. Dalam kata lain,setiap orang tua,memiliki tanggung jawab penuh,untuk tidak meninggalkan racun atau bom waktu bagi anak anaknya,dengan mempersiapkan segala sesuatu dengan arif dan bijaksana.
Tjiptadinata Effendi – 21 September, 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H