[caption id="attachment_302930" align="alignleft" width="300" caption="doc.pri"][/caption]
Sepotong Biografi – Ultah Pernikahanke 49
Motto Kompasiana adalah :”Sharing and Connecting “. Saya memaknai ,pengertian “sharing” disini adalah berbagi pengalaman hidup. Tidak hanya berbagi tentang kesuksesan ataupun pencapaian pencapaian,tetapi juga berbagi tentang suka duka ,maupun kegagalan demi kegagalan yang pernah dialami dalam perjalanan panjang sebuah kehidupan. Lebih jauh ,pengertian sharing juga saya terjemahkan bukan hanya sharing tentang hal hal yang menyedikan ,tetapi juga berbagi tentang kisah kisah kebahagian. Sehingga akan melengkapi ,blog Indonesia mini ini,sebagai sebuah universitas kehidupan,dimana para kompasianers dapat belajar tentang apa saja,yang menyangkut tentang harkat hidup manusia.
Karena itu hari ini,sebagai salah seorang dari lebih dari seratus ribu anggota Kompasiana.saya menuliskan tentang kisah suka duka hidup pernikahan yang sudah kamijalani selama 49 tahun,bertepatan dengan tanggal 2 Januari ,2014. Dengan membawa suatu harapan,agar tulisan yang bersifat sangat pribadi ini,merupakan bukti nyata upaya saya untuk melengkapi motto Kompasiana,yaitu tidak hanya sharing,tetapi juga connecting to the people.
Sepotong Kisah Romantis
Pertemuan pertama saya dengan seorang gadis yang bernama Lina,adalah sewaktu saya masih duduk dibangku sekolah SMA Don BoscoPadang. Sekolah ini adalah yang pertama menerapkan system pendirikan campuran. Karena sebelum itu, satu sekolah dimana siswanya terdiri dari anak laki laki dan wanita ,dianggap tabu atau berbahaya.
Pada awalnya,banyak kritikan pedas yang ditujukan kepada sekolah ini,namun belakangan DonBosco menjadi salah satu dari S.M.A terbaik di Sumatera Barat,dibawah pimpinan seorang biarawan Belanda .
[caption id="attachment_302931" align="alignleft" width="300" caption="doc.pri."]
![13885846221909110399](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/553008720423bdad378b4568.jpeg?t=o&v=770)
Cinta Pada Pandangan Pertama
Tiap tahun ajaran baru ada semacam perpeloncoan,tapisiswa siswi baru,hanya bertugas mengumpulkan tanda tangan dari para seniornya sebanyak mungkin. Maksudnya supaya saling kenal. Paling yang mau minta tanda tangan disuruh nyanyi atau membacakan puisi dan tidak lebih dari ituNah,pada waktu itu saya masih duduk di kelas 2,jurusan bahasa. Kebetulan saya dipercayai sebagai Ketua Kelas dan merangkap sebagai wakil Ketua OSIS.serta sekaligus sebagai pemred majalah Gema Don Bosco. Sudah bisa dibayangkan, siswa siswi yang baru masuk,pada antrian minta tanda tangan saya. Malah lebih banyak siswinya dari pada siswanya.
Nah,salah satu dari siswi ini bernama Lina. Mungkin ini yang dinamakan “love at the first sight”. Sejak itu kami sering ketemu . Bahkan Lina saya minta untuk membantu ,setiap ada penerbitan majalah sekolah tiap awal bulan.Dan semenjak itu cinta kami terus bersemi…..
Perjalanan Hidup Tidak Semulus Cinta Kami
Singkat cerita. 49 tahun lalu ,setelah melalui berbagai rintangan,kami menikah . Keinginan untuk mengubah nasib,menyebabkan kami berani mengambil resiko,untuk pindah ke Medan. Namun keberanian,yang tidak disertai dengan pemahaman,ternyata akibatnya kami harus menelan pil yang sangat pahit. Dalam waktu hanya beberapa bulan,modal yang saya gunakan sebagai pedagang keliling Medan-Padang.terkurasa habis karena terus merugi. Malahan meninggalkan utang dalam jumlah yang cukup besar pada tante ,yang memberikan kami tumpangan tempat tinggal di Jalan Gandhi ,Medan.
Untuk kelangsungan hidup kami dan agar tidak selalumembebani bibi kami di Medan,maka saya memutuskan untuk bekerja di salah satu perusahaan Karet ,di desa Patumbak,Timbang Deli. .Namun 2 tahun menjadi kuli disini,tidak ada yang berubah. Bahkan saya hampir mati,karena terserang penyakit malaria.
Gagal dan Pulang Kampung
Kegagalan sebagai pedagang keliling dan gagal mengubah nasib dengan bekerja sebagai buruh di pabrik karet selama 2 tahun,kami memutuskan untuk pulangkampung. Walaupun dengan perasaan yang sangat gundah,karena kami pulang sebagai perantau yang pecundang,namun kami tidak melihat jalan lain.
Kami mengawali hidup bukan dari nol.tapi jauh dibawah nol.mengingat hutang kami yang masin menumpuk pada bibi di Medan dan masih harus menyewa kedai di Padang untuk berjualan kelapa.Sementara itu putra pertama kami lahir dalam kemelaratan. Tidak satu lembarpun pakaian baru yang bisa kami beli,untuk putra pertama kami,sebagaimana layaknya . Tidak ada perayaaan apapun.Bahkan setiap ultah putra kami ,hanya “kue tart” yang dari gabus yang kami letakkan di meja dan bernyanyi:” Panjang Umur..”sambil meneteskan air mata.
Bahkan ketika putra kami sakit,karena kami tinggal di pasar kumuh dan tidak cukup makanan bergizi,saya harus menjual cincin kawin,karena tidak ada uang untuk biaya berobat. Hari hari yang kami lewati,bagaikan berabad abad lamanya.
Namun ,setelah menjalaniperjalanan yang panjang: kemiskinan ,kelaparan dan Penderitaan ,selama belasan tahun ,dengan penuh rasa syukur,kami bisa menempuh ujian yang sangat berat,kami berdua berhasil lulus dengan selamat..
Dan besok,hari : Kamis.tanggal 2 Januari ,tahun 2014,kalau Tuhan berkenan,adalah Ultah Pernikahan kami yang ke 49..Terima kasih untuk doa teman teman semuanya.
Perth, hari pertama tahun baru 2014
Tjiptadinata Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI