Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ubi Rebus Itu Awet 48 Tahun

14 Desember 2014   22:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:19 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418544806657991946


UBI REBUS AWET 48 TAHUN

Kami dalam penerbangan dengan pesawat Garuda, dari Juanda ,menuju ke Semarang. Karena waktu tempuh perjalanan hanya lebih kurang 45 menit, maka saya tidak membuka laptop untuk menulis,seperti biasanya.

Untuk mengisi waktu ,saya buka buku catatan harian saya. Hari ini, Minggu ,tanggal 14 Desember, 2014 ada catatan kecil..,tapi besar artinya bagi saya.

48 tahun lalu………tanggal 14 Desember ,tahun 1966

Subuh itu saya naik beca,sambil membawa barang dagangan,menuju ke Stasiun Bus A.L.S. Medan,untuk berangkat ke kota Padang. Sebenarnya istri sangat keberatan saya berangkat,karena malam nya saya demam tinggi dan menggigil. Tapi saya bersikeras tetap berangkat,karena tidak ingin tiket yang sudah dibeli hangus begitu saja.

Sekitar 20 menit, tiba di stasiun. Setelah kardus yang berisi barang dagangan saya disusun diatas atap bus,saya naik dan duduk dibangku bagian belakang,sesuai nomer yang tertera pada karcis. Disamping saya, duduk seorang ibu yang kelihatan rambut nya sudah memutih. Saya mengucapkan selamat pagi dan kemudian diam.

Pagi itu perasaan saya benar benar sangat galau. Makanya saya lebih suka diam.Mungkin melihat wajah saya  yang tidak nyaman, si ibu bertanya :” Kurang sehat ya nak?”

“Ya bu”,jawab saya singkat. “Aduh,kalau kurang sehat kenapa tidak ditunda perjalanannya? Medan ke Padang ,bisa sekitar 20 jam nak.”

“Iya bu, istri saya juga sudah mencegah,tapi tiket sudah saya beli.Dan saya tidak mau rencana saya tertunda,hanya karena demam.”

“Ya ,sudah kalau begitu nak .” kata ibu ini “Oya, saya ibu Halimah nak, saya ke Padang mau lihat cucu yang baru lahir”“Oya bu” jawab saya sekenanya. Lalu kami sama sama diam.

Selang beberapa menit, Bang Sopir berteriak :” Horaas…” dan bus mulai bergerak .Didalam bus hening, walaupun tempat duduk semuanya terisi. Mungkin penumpang masih ngantuk,karena masih jam 5.00 subuh.

Perjalanan Jauh

Rasa ngantuk dan demam , membuat saya tertidur…Saya tidak tahu entah sudah berapa lamanya tertidur.. tiba tiba bahu saya ditepuk dan ada yang memanggil saya:” Nak, bangun,kita harus turun.”Antara sadar dan tidak ,saya bertanya:”Sudah sampai bu?”

“Aduh belum nak, ini baru seperempat perjalanan..masih jauh lagi..,tapi karena jembatan rusak,maka semua penumpang harus turun.”

Dengan terhuyung huyung saya turun dari bus ,mengikuti penumpang lainnya. Ternyata antrian bus sangat panjang. Saya mencoba untuk duduk direrumputan ,seperti yang  lainnya, tapi rasa kantuk dan lelah yang luar biasa, menyebabkan saya tidak kuat untuk duduk. Saya melihat ada sebatang pohon tua yang tumbang dipinggir jalan. Lalu saya rebahkan tubuh saya dengan beralaskan jaket lusuh yang saya pakai. Saya tertidur…

Lagi lagi saya tidak tahu entah berapa lama saya tertidur …..

“Nak, bangun,bus sudah mau jalan..ayoh “,tiba tiba ada yang memegang tangan saya dan memanggil saya bangun. Ternyata ibu Halimah. Tangan saya dituntun untuk naik ke bus.Seharusnya saya malu,karena bukan saya yang menuntun bu Halimah yang sudah sepuh,malahan saya yang dituntun. Tapi apa boleh buat, saya tidak punya kekuatan untuk jalan sendiri lagi.

Bus Mulai Bergerak Kembali

Begitu saya duduk ,bus mulai bergerak melanjutkan perjalanan, dengan sangat perlahan. Walaupun bus non ac ini penuh dengan penumpang dan udara didalam bus cukup panas dan sumpek,namun saya masih merasa kedinginan dan mengigil. Mungkin kelamaan tertidur dialam terbuka,dalam kondisi demam.

“Nak, tadi waktu berhenti,ibu sempat beli 2 potong ubi rebus dirumah penduduk ,,karena disekitar sini tidak ada warung.. Masih hangat,nih dimakan ya”

Saya mengucapkan terima kasih dan menerima dengan perasaan galau,karena memang saya sangat lapar. Makan ubi rebus hangat hangat dalam kondisi perut lapar, ternyata nikmatnya luar biasa…Tiba tiba , saya teringat, ibu Halimah ini,kalau melihat penampilannya, adalah orang yang sangat sederhana,mungkin ia butuh uang yang tadi dibelanjakan untuk beli ubi rebus. Maka saya mengeluarkan satu lembar uang kertas dari dompet dan saya sodorkan dengan sopan, sambil berkata:” Maaf bu, ini sekedar uang untuk pengganti beli ubi tadi”

Tapi ternyata bu Halimah menolak. “Nak, ibu memang cuma bawa uang jajan terbatas dan hanya bisa beli 2 potong ubi . ibu berbagi pada anak dengan Ihklas ,tidak semuanya harus dihitung dengan uang nak.”

Mata saya berkaca kaca…saya amat terharu. Ibu Halimah ini hanya seorang tua yang amat sederhana.Keadaannya sepertinya tidak lebih baik dari diri saya.Tapi begitu peduli pada saya, padahal baru saja kenal dalam bus. Dada saya sesak oleh berbagai perasaan : terharu ,kagum dan merasa diri saya amat kerdil.Karena saya telah menilai sebuah pemberian yang tulus dengan selembar uang.

Tapi saya tidak bisa berpikir lebih jauh, rasa dingin yang merasuk hingga ketulang sumsum,mual ,pusing dan demam, seperti serentak hinggap pada saat yang sama. Saya mencoba tidur lagi. Tapi saya sama sekali tidak bisa tertidur. Rasanya saya ingin terbang untuk kembali ke Medan ,agar bisa dekat dengan istri saya.

Kuatir Akan Meninggal di Perjalanan

Pikiran saya melantur kemana mana. Tiba tiba terpikirkan oleh saya,bagaimana kalau saya meninggal dalam bus ini? Saya bertambah gelisah dan panik..tubuh saya mengigil dan kerongkongan rasa tercekik..

“Nak,cobalah tidur,jangan kuatir, ada ibu disini” ..Saya serasa ingin memeluk ibu Halimah ini, sepertinya kasih sayang ibu saya hadir didalam dirinya….

Saya tidak tahu berapa lama kondisi seperti ini, namun ahkirnya saya tidak lagi mendengar suara apapun. Saya tertidur atau pingsan,saya tidak tahu.

Berhenti Untuk Makan Malam

Saya bersyukur,pada waktu bus berhenti untuk makan malam, saya sudah bisa turun perlahan lahan dari bus dan minum teh hangat. Kemudian saya kembali ke bus untuk tidur lagi…

Saya bersyukur,ahkirnya saya sampai ke Padang dengan selamat,walaupun kondisi yang tidak sehat. Berulang kali saya ucapkan terima kasih tak terhingga pada ibu Halimah yang berbaik hati pada saya. Namun ada suatu hal yang jadi penyesalan yaitu: saya lupa menanyakan alamat bu Halimah.

Ini adalah pencerahan pertama dalam hidup saya, yang saya peroleh diperjalanan dari seorang ibu rumah tangga,bahwa :Perbedaan warna kulit, suku ,agama dan latar belakang kehidupan,tidak menjadi penghalang untuk bisa saling berbagi..

Sudah amat sering mendengarkan kotbah,mungkin ratusan kali, tetapi dalam waktu singkat sudah saya lupakan. Tetapi perhatian dan keihklasan ibu Halimah untuk berbagi pada saya, sudah berlalu lebih dari 48 tahun ,namun” sepotong ubi rebus “,tetap awet dalam hati saya tidak pernah akan saya lupakan sampai kapanpun. Bagi saya pribadi, ibu Halimah ini adalah sang pencerah, dimana saya belajar sepotong kearifan ,bahwa hidup adalah untuk berbagi.

Disadarkan oleh Pengumuman dari Pramugari

Tiba tiba pengumuman dari pramugari Garuda,bahwa pesawat akan segera mendarat, menyadarkan saya dari lamunan di masa lalu. Sebuah pelajaran hidup dari seorang wanita tua ,yang sangat berharga dan tak mungkin akan saya lupakan,yakni :" Hidup adalah untuk berbagi"

Semarang, 14 Desember , 2014

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun