Tetap Menulis di Masa Transformasi Kompasiana
Seorang penulis, butuh pembaca. Kalau ada yang mengatakan, yang penting saya menulis,dibaca atau tidak bagi saya tidak masalah,maka orang ini perlu dipertanyakan kesehatannya. Karena setiap orang yang waras,setiap kali mempublish tulisannya, pasti senang kalau ada yang membacanya. Apalagi bila di komtari orang banyak.
Beberapa hari yang lalu, selama dua hari dua malam, Kompasiana sama sekali tidak bisa diakes, apalagi mau posting tulisan. Maka tekad saya untuk one day one article saya alihkan ke facebook. Hanya sebuah artikel kecil yang intinya adalah bersifat motivasi.
Ternyata dalam waktu singkat sudah begitu banyak yang membaca dan memberikan klik :” like”,bahkan memberikan beragam komentar. Tadi siang saya tengok,tercatat ada lebih dari 170 pembaca yang klik :”suka” dan puluhan yang memberikan komentarnya. Bagaimana perasan saya? Jujur, saya senang.
Walaupun menulis bukan untuk mengejar simpati orang,namun sebagai manusia, saya setiap orang pasti senang bila tulisannya diapresiasi dalam bentuk klik suka . Apalagi bila di komentari.
Kembali Ke Lap top
Namun begitu Kompasiana dapat diakses kembali,maka secara serta merta saya mempublish tulisan saya, sesuai dengan komitmen pada diri sendiri . Kendati yang baca tetap tertera: 0, namun hal ini saya pahami,sebagai masa transisi bagi Kompasiana yang sedang melakukan transformasi diri.
Melihat contoh kepada alam disekliling kita, kata transformasi dapat kita saksikan lewat kepompong yang mengalami metamoforsa . Atau transformasi diri ,dari kepompong menjadi seekor kupu kupu yang cantik. Namun perubahan ini tidak secara serta merta menghasilkan kupu kupu yang bisa terbang dalam jarak jauh. Karena baru melakukan transformasi diri ,maka kepompong yang sudah menjadi seekor kupu kupu cantik ini butuh waktu untuk bisa mengangkasa.