Dizaman Modern Ini Sikap Tenggang Rasa Sudah Tidak Lagi Dibutuhkan?
Suatu waktu saya mendapatkan undangan untuk acara :”Ramah Tama “ antara sesama warga dan pengurus yang baru di Apartement dimana kami tinggal. Karena memang tidak ada jadwal penting lainnya, maka sore itu ,beberapa menit sebelum jam 17.00 sesuai dengan yang tercantum pada kertas undangan, saya dan istri sudah hadir. Ternyata masih sepi. Tampak hanya beberapa warga yang kira kira seusia kami, yang duduk sambil ngobrol,diruang yang masih lengang.
Baru jam 5 menit setelah jam 17.00 panitia baru datang dan mempersiapkan mikecrophone ,LCD dan kelengkapan lainnya yang diperlukan. Setengah jam kemudian, baru ruangan terisi hampir penuh. Dan pada jam 18.00 acara baru resmi dimulai.Berarti satu jam terlambat dari jam yang tercantum pada undangan.
Terima Kasih Kalian Sudah Datang
Ketua Panitia ,yang sore itu tampak berpakaian rapi , tampil ke podium. Mengetuk ngetuk mikecrophone ,sambil berucap :” test test test” Kemudian baru mulai berbicara dengan gaya motivator pada MLM atau Multi Level Marketing :” Selamat sore semuanya….! Dijawab oleh hadirin :” Selamat sore”
“Wah,koq kurang semangat nih,”Kata sang Ketua Panitia dan kembali berteriak sekerasnya di mikecrophone :” Selamat sore semuanyaaaaa!” Kembali di jawab :” Selamat sore”
“Nama saya Andi . Lengkapnya. Doctorandous Andika Wibisana M.B.A. Saya tamatan dari Amerika Serikat. Mohon maaf kalian sudah lama menunggu. Karena sesuatu dan lain hal ,acara agak terlambat dimulai. Terima kash kalian sudah bersedia memenuhi undangan kami……”
Tak Ada Kata :”Bapak atau Ibu “ ataupun “Saudara dan Saudari”
Dari sejak tampil di podium dan berbicara bla bla bla,belum satu katapun ,terucapkan :”Bapak dan ibu “ atau “saudara dan saudari” sebagaimana layaknya tata krama dan kesantunan berbicara didepan umum di negeri tercinta ini.
Mungkin sang Doctorandus Andi, berpikir, bahwa hanya dirinyalah satu satunya dalam ruangan tersebut yang tamatan dari Amerika Serikat. Sehingga tidak merasa perlu lagi mengedepankan kesantunan ,yang dikenal dengan “tenggang rasa” atau “tepo seliro “ di kalangan penduduk di Pulau Jawa.Karena itu,belum selesai sang doctorandus berbicara, orang orang tua yang merasa sama sekali tidak dihargai,mulai meninggalkan kursinya dan tidak kembali lagi. Orang tidak gila hormat, tapi tidak ada orang yang mau datang undangan ,hanya untuk mendengarkan kata :" Kalian kalian ".Padahal yang berbicara di depan adalah seusian anak atau malah seusia cucu mereka..
Hal ini ,baru sebuah contoh, ada begitu banyak kejadian yang memang tidak persis sama, tapi intinya, adalah generasi muda,terutama yang merasa dirinya sudah termasuk kalangan akademis atau orang cerdik pandai, tidak lagi menggunakan tenggang rasa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam masyarakat.Baik interaksi secara face to face,maupun sebagai Pembicara di depan umum