Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Contoh Kasih Tanpa Pamrih

21 April 2016   18:32 Diperbarui: 21 April 2016   18:45 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi bis ALS - https"//latfian,blogspot.com

Sebuah Contoh Hidup Lebih Bernilai Dari Seribu Kotbah

Untuk mendapatkan pencerahan hidup, tidak harus belajar kepada orang orang penting,karena dalam diri seorang yang berpenampilan sangat sederhana , dapat diperolah mutiara kehidupan yang masih orisinil .murni dan tanpa pamrih

Tulisan ini sama sekali tidak masuk kedalam koridor agama tertentu. Kotbah yang dimaksudkan juga bukan dalam konteks mengritik siapapun..Hanya semata mata berbagi kisah hidup. Bahwa sebuah contoh teladan yang diterima ,tak akan pernah dapat dilupakan,Sementara itu disisi lain, seribu kotbah yang didengarkan ,akan terlupakan seiring dengan berlalunya waktu.

Kisah ini ,sesungguhnya sudah cukup lama berlalu,saya tidak ingat lagi, apakah saya pernah menulis sepotong kisah ini, dalam salah satu artikel saya,  Namun  karena hari ini,yang merupakan hari Kartini, mengingatkan saya ,akan seorang wanita, yang pernah memberikan pencerahan  diri saya.

Wanita ini bukan tokoh intelektual ,jauh dari sebutan orang pintar dan ternama, melainkan hanya seorang kampung yang sangat sederhana.

Ketika Sekarat di Perjalanan

Saya dalam kondisi yang sangat lemah, Demam tinggi dan badan menggigil, Istri saya sudah berusaha untuk membujuk ,agar saya membatalkan perjalanan menuju ke Padang. Karena akan memakan waktu sekitar 20 jam. Namun tiket bis sudah terbeli.Bila dibatalkan berarti hangus.Uang hilang.Sementara kondisi ekonomi kami morat marit.  Karena hasil kerja keras saya sebagai pedagang antar daerah, bukannya menghasilkan, malah merugi .Bahkan kini ,modal yang digunakan adalah pinjaman dari tante kami di Medan. Oleh karena itu , saya memaksa diri untuk tetap berangkat.Dengan harapan , bila perjalanan kali  ini ada keuntungan yang dapat saya peroleh,setidaknya dapat dijadikan untuk angsuran pinjaman.

Diantarkan Istri dengan Beca

Kami berdua naik beca menuju ke perhentian bis. Sebelum naik ke bis, saya memeluk istri saya ,untuk pamitan..”Hati hati di Jalan ya sayang”,kata istri saya perlahan , dengan air mata berlinang. Saya hanya mengangguk lemah dan melangkah naik ke bis,

Saya duduk didekat jendela dan disamping saya ada seorang wanita tua,Tampak istri saya masih berdiri dan memandang saya dengan wajah sedih. Saya memahami ,bahwa sesungguhnya sangat berat baginya melepaskan saya pergi dalam kondisi sakit,,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun