Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Perlu Keberanian untuk Kalah Terhormat.

11 Juli 2014   01:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14049863651120234193

Bukan Hanya Menang, Kalah Juga Bisa Terhormat

Bukan hanya pemenang yang bisa keluar dengan cara terhormat, yang kalah juga bisa kalah dengan terhormat. Terpulang kepada para petarung, apakah memiliki keberanian untuk menghormati dirinya sendiri atau tidak. Disinilah kepribadian seseorang diuji dan diukur.

Dari sisi positifnya ,kita bisa belajar dari alm. Pak Harto, dengan terhormat mengundurkan diri. Padahal kalau mau, bisa saja beliau ngotot dan dukungan ABRI yang setia pada Pak Harto,tidak perlu diragukan. Namun beliau menghormati dirinya dan dengan tabah menyatakan mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indoneisa.Suatu keputusan yang tidak mudah, apalagi bagi orang yang sudah memerintah selama 32 tahun.

Terlepas dari segala kekurangan yang mungkin ada pada Pak Harto, tapi khusus dalam hal :"kalah terhormat" .seharusnya dijadikan contoh oleh capresyang bertarung dalam Pilpres 2014.

Namun yang terjadi saat ini, justru kebalikannya.

Menyaksikanhasil quick count yang ditayangkan oleh dua stasiun TV di Indonesia,hasilnya menunjukkan kedua kubu menang! Pendukung kedua kubu ,masing masing “merayakankemenangan” Bisa saja hal ini dianggap bagian dari demokrasi, tapi kalau kita renungkan sesaat, dibalik semuanya ini, terselip bom yang bisa meledak sewaktu waktu.

Kalau capres yang kalah tidak sportif,dan malah menggiring pendukungnya masuk dan larut dalam kegembiraan semu,akan sangat membahayakan persatuan NKRI. Semakin besar kemenangan semu ini dikobarkan, maka akan semakin besar pula daya ledak yang bisa terjadi.

Karena begitu yakinnya para pendukung ,bahwa capresnya menang, tapi ternyata kelak dalam real count , mengalami kekalahan,amat sangat dikuatirkan akan terjadi tindakan yang akan merugikan NKRI. Karena semakin dalam rasa kekecewaanyang dialami para pendukung capres yang kalah,maka akan semakin besar pula kemarahan yang akan ditunjukkan

.Menanti Hari :"H"

Sementara menunggu hari :”H” nya, ada rentang waktu yang cukup panjang sejak kemarin, hingga 22 Juli 2014 mendatang. Semoga capres yang kalah sadar diri dan dengan sportif memberikan pengarahan kepada para pendukungnya.,agar bisa menerima kekalahan dengan berlapang dada.

Mustahil seorang capres sungguh sungguh tidak tahu, siapa yang sesungguhnya keluar sebagai pemenang dalam kontes pemilihan presiden ini. Karena masing masing memiliki tim inteligennya. Namun berpura pura menang dan kemudian bila pada tanggal 22 Juli, dinyatakan resmi kalah, maka yang kalah bisa protes dengan mengatakan :” pasti ada kecurangan”. Hal ini biasanya dilakukan oleh petarung petarung kelas teri,tapi bukan oleh seorang calon presiden, yang akan memimpin 250 juta rakyat Indonesia.

Semoga capres yang kalah,bukan termasuk petarung kelas teri, yang kalau kalah mencari kambing hitam. Kita tunggu kebesaran jiwa dari seorang calon Presiden Republik Indonesia, yang berjiwa besar ,tampil danmengatakan :”Kalau saya kalah, dengan ikhlas akan menerimanya “ Satu kalimat ini,akan mampu menentramkan para pendukungnya.

Pilpres di Indonesia di saksikan Seluruh Dunia

Pilpres di Indonesia, ternyata mampu mengalahkan pertandingan memperebutkan World Cup 2014 di Brazil. Silakan menelusuri media media diberbagai belahan dunia, ternyata Pilpres ini tidak hanya disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia ,tetapi juga oleh dunia. Alangkah bangganya kita, bila capres kita yang kalah, mempertontonkan kepada dunia:” Inilah calon calon pemimpin bangsa Indonesia”, kami dengan sportif mengakui kekalahan kami.  Bukan hanya Pemenang yang tampil terhormat, yang kalah juga bisa kalah dengan terhormat. Bila hal ini bisa diterapkan.,maka dunia akan sangat menghargai Indonesia.

Saya kutip satu baris dari sentilan media asing:

“Some analysts believe the dual claim could end up in a drawn-out constitutional battle, which is unlikely to be resolved for months “(theguardian.news.)

Tulisan ini hanyalah harapan dari salah satu dari 250 juta rakyat Indonesia, yang hanya bisa menyaksikan “pertarungan” kedua capres liwat layar kaca dari benua lain.Semoga Calon Presiden kita berani kalah dengan terhormat. Salam hormat dari rantau.

10 Juli, 2014

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun