Penyebab Terbesar Hancurnya Perusahaan Keluarga
Hasrat hati untuk mengubah nasib dan ingin mendirikan perusahaan sendiri, tentu saja merupakan sebuah tekad yang sangat baik. Karena kalau bukan kita yang berusaha untuk mengubah nasib keluarga kita, siapa lagi.
Maka dengan bermodalkan uang dari hasil menjual tanah warisan, perhiasan istri bahkan minjam sana sini,pada awalnya usaha yang dirintis sempat mengalami kemajuan pesat. Semua anggota keluarga adalah pekerja dalam perusahaan ini, untuk menghemat pengeluaran. Suami sebagai kepala rumah tangga menjadi Pimpinan Perusahaan dan istri yang mengelola bagian keuangan sementara  anak anak, maupun sanak keluarga bertindak selaku karyawan. Secara prinsip hal ini sudah benar, daripada baru saja mulai usaha, sudah bergaya boss besar dengan mengaji beberapa karyawan.
Tetapi kebanyakan tidak berlangsung lama. Penyebabnya disamping tidak berpengalaman dalam mengelola usaha yang ditekuni, potensi terbesar hancurnya perusahaan keluarga, adalah mencampur adukan urusan bisnis dengan urusan keluarga.
Business is Business
Kita sudah teramat sering mendengarkan ungkapan "Business is business" , yang oleh sebagian orang diterjemahkan dengan konotasi negatif. Seakan dalam alam pikiran orang berbisnis itu yang ada hanyalah uang semata mata. Tidak lagi memperdulikan hubungan persahabatan, bahkan tidak juga menjaga hubungan kekeluargaan.
Tentu saja setiap orang berhak untuk memiliki interprestasi masing masing terhadap suatu hal. Tetapi sesungguhnya "business is business" yang dimaksudkan adalah "jangan mencampur adukan urusan bisnis dengan urusan keluarga" Dalam kata lain, harus ada batasan yang tegas antara urusan pribadi dengan urusan bisnis. Bila hal ini dilanggar, maka mulailah terjadinya kebocoran demi kebocoran.
Dan ibarat kapal yang lagi berlayar menuju ke tempat tujuannya, digerogoti sana sini dengan kebocoran demi kebocoran akhirnya sebelum tiba di tempat tujuan sudah terkandas dan tenggelam.
Harus Ada Disiplin Tegas
Walaupun uang perusahaan adalah notabene uang pribadi atau uang keluarga sendiri, tapi dalam bisnis ,jangan pernah diaduk aduk. Harus ada pemisahan yang jelas, antara uang untuk kebutuhan hidup keluarga dan uang yang digunakan sebagai cash flow perusahaan. Sekecil apapun pengeluaran pribadi, jangan pernah gunakan uang perusahaan.
Jadi sebagian uang untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dimasukkan kedalam kas perusahaan. Seperti biasa, dikelola oleh ibu rumah tangga.