Olah Raga Lintas Alam, Jalan Terbaik Untuk Penyegaran Jiwa
Tidak seorangpun di dunia yang mampu menghindari kodratnya, yakni lahir, bertumbuh kembang menjadi dewasa dan kemudian menua. Seandainya bisa, tentu setiap orang ingin tetap muda gagah dan cantik. Namun usia tua, bukanlah berarti harus dihabiskan dengan duduk dikursi goyang dammenunggu lonceng berbunyi. Setidaknya itulah yang menjadi falsafah hidup yang kami jalani.
Sejujurnya, saya pribadi tidak senang dengan sebutan:” sudah berusia senja atau sudah sepuh”, karena dalam usia menapak ke 73, sungguh kami berdua, tidak pernah merasa sudah tua. Karena sejak muda, senantiasa berolah raga. Salah satu yang kami senangi adalah olah raga lintas alam.
Namun tentu, harus tahu diri kalau dulu mendaki gunung Singgalang dan Merapi di Sumatera Barat sekarang harus menyesuaikan dengan kemampuan diri. Kami masih tetap menyukai dan menjalani olah raga lintas alam kendati berada dinegeri orang.
Pertama dengan berada di alam terbuka, maka secara fisik memberikan kesempatan kepada tubuh untuk menghirup udara segar yang bebas polusi
- Pemandangan indah merupakan penyegaran alami untuk pikiran, hati dan jiwa
- Menatap alam, merasakan energi perdamaian, merontokan semua beban hidup
- Tantangan yang ada didepan mata ,menstimulasi jiwa untuk terus bergerak dan bersemangat
- Menyaksikan aneka ragam tetumbuhan liar dan aneka ragam hewan merayap
- Sungguh tak pernah akan didapatkan bila, hanya berkeliing di mal-mal
- Mungkin saja bagi orang lain, lintas alam yang tak seberapa rumit, tidak ada apa-apanya. Namun bagi diri kita,yang menjalaninya, terlahir kepuasan batin, sudah mampu mengalahkan diri sendiri, karena sesungguhnya esensial dari olah raga adalah menantang diri.
Jujur, menengok batu-batuan yang tinggi dan licin, ada rasa keder dalam diri. Ada godaan untuk membatalkan rencana untuk melintas masuk kedalam hutan, walaupun hutan disini bila dibandingkan dengan hutan di Sumatera tidak ada apa apanya, namun berada di hutan yang sama sekali asing tentu menimbulkan sedikita keraguan dalam diri.
Namun, saya harus memilih, terus melangkah atau pulang?
Syukurlah, karena sejak muda kami sudah biasa hidup melawan badai maka kali ini kami juga tidak ingin membatalkan apa yang sudah direncanakan. Ternyata setelah melangkah memasuki hutan, terasa energi yang memotivasi agar kami berjalan terus, sesuai dengan kemampuan tentunya.