Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menggapai Kesadaran Jiwa

28 Januari 2014   18:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13909086641763232837

Menggapai Kesadaran Jiwa

Kesadaran jiwa atau dalam bahasa yang lebih keren, disebut :” Pencerahan”.Dalam bahasa Inggeris ,bisa disamakan dengan kata:” enlightenment- illumination- awareness “ Diterjemahkan secara bebas:”Terlepas atau melepaskan diri dari kegelapan.(segala sesuatu yang bersifat negatif).Pengertian negatif,tentu tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar disini,karena semua orang memahami,bahwa sesuatu yang negatif,cendrung bermuara kepada sesuatu yang tidak benar atau tidak tepat sasaran.

Kata “pencerahan “ sudah amat sering kita dengarkan,malahan mungkin sudah kita ucapkan. Namun,hanya sebatas sebuah sebutan. Seakan kata tersebut,hanya sebatas pencitraan diri.Karena banyak orang berpikir,pencerahan itu hanya untuk orang orang saleh. Padahal,justru kita yang termasuk kelompok “orang orang biasa”inilah yang seharusnya belajar untuk menapaki jalan menuju kepada pencerahan diri. Akibatnya,semakin lama ,kata pencerahan semakin kehilangan maknanya..Dan tidak lebih dari sebatas dipahami sebagai salah satu kata gaul saja

Jadikanlah Alam Terkembang ,Sebagai Guru.

Hidup ini adalah sebuah Universitas Multidimensional,dimana kita bisa belajar segala macam ilmu tentang hidup.Setiap detik dalam hidup kita,adalah peluang untuk bisa belajar. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan ,dalam setiap tarikan nafas,tersirat satu ayat pembelajaran diri yang tak ternilai,yakni :”Belajar Menyukuri Hidup”. Tapi sayangnya ,banyakdiantara kita yang terlalu sibuk dengan hal hal yang berada diluar diri,yang menguras,tidak hanya energy kita,tetapi juga segala daya daya hidup dalam diri.

Kita berpacu dalam mencari rejeki, berpacu dalam menggali ilmu pengetahuan,berpacu mencari kekayaan ,popularitas diri,jabatan dan sebagainya..Yang tentunya tidak ada masalah ,selama dalam batas kewajaran. Namun, begitu asyiknya ,sehingga kita lupa,apa sebenarnya yang kita cari didalam hidup ini? Apa makna kehidupan bagi kita? Dalam kata lain ,kita terhanyut dalam kegalauan hidup,yang pada akhirnya akan menyebabkan kita kehilangan arah hidup. Buktinya,setiap hari kita menyaksikan melalui pemancar televise,membaca di surat kabar ataupun dimedia elektronik lainnya, tentang perilaku manusia yang sudah menghancurkan harkat kemanusiaan itu sendiri. Bahkan suka ataupun tidak,kita harus menerima kenyataan,dalam hal kesetiaan,tidak jarang,manusia kalah dari makluk ciptaan Tuhan yang selama ini kita anggap berada dibawah derajat manusia.

Contoh nyata:” Takkan harimau memakan anaknya sendiri.” ,tetapi manusia melakukan hal tersebut. Sesungguhnya amat banyak contoh contoh lain.Namun akan terasa sangat melukai perasaan,bila saya ungkapkan disini.

Memaknai Tujuan Hidup Kita.

Memahami arti kehidupan ,merupakan kalimat yang amat sederhana,tetapi sebenarnya cukup banyak orang yang tidak memahami makna dari kalimat tersebut. Pertanyaannya mudah:” Apa arti kehidupan buat saya pribadi?” ,ternyata banyak orang yang tidak dapat menjawab secara serta merta.Nah,bila orang tidak tahu apa tujuan dan makna kehidupan bagi dirinya sendiri,bagaimana mungkin bisa memahami hal hal yang berhubungan dengan orang lain.

Memahami ,mengapa manusia harus hidup berbagi? Memahami bahwa semua orang butuh uang, tetapi uang bukan segala galanya. Mencapai pencerahan diri ,bahkan mampu membuat orang, mengembalikan setumpuk uang,yang diberikan kepadanya,karena mengetahui bahwa ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan . Yang mungkin bagi kebanyakan orang ,dianggap suatu kebodohan , Pencerahan diri memang hanya dapat dimengerti dengan hati. Karena pikiran kita adalah sejajar dengan egoism . Pikiran selalu mencari alasan untuk pembenaran diri,kendati sudah jelas kita bersalah. Sedangkan di dalam hati kita ,ada nurani atau suara hati yang menjadi control diri. Yang akan menegor ,bila kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani.

Perlu waktu

Pembelajaran ini tidak akan dapat terwujud secara spontanitas,melainkan butuh penggodokan Proses pembelajaran diri,akan menjadikan kita manusia yang semakin memahami karunia agung Sang Mahakarya dalam diri kita masing masing,dalam memaknai dan mengisi setiap sisi kehidupan kita. .Agar dapat dimanfaatkan ,tidak hanya untuk meningkatkan taraf kesadaran diri kita, tetapi tidak kalah pentingnya adalah membuka hati kita untuk peduli akan sesama kita, tanpa melihat suku,bangsa dan agama yang di imaninya.

Dengan menapaki jenjang kesadaran jiwa,maka sebagai manusia,kita memiliki kekuatan dan kemampuan diri,untuk mematahkan belenggu diri yang kita ciptakan sendiri,melalui Sepotong kemampuan diri yang bernama intelektual,ternyata tidak ada apa apanya,bila dibandingkan dengan misteri kehidupan yang begitu multikomplit. Di mana rambu rambu batas kemampuan manusia,adalah sejauh mana pikirannya mengalir dan sejauh mana keyakinannya pada diri sendiri dan keyakinannya pada Sang Pencipta..

Oleh karena itu ,adalah sangat naif, bila segala sesuatu peristiwa hidup, dipertanyakan logikanya bagaimana? Seakan akan logika adalah segala galanya dalam kehidupan manusia. Padahal ada banyak kenyatan hidup yang tak terpungkiri,yang tidak dapat dihitung secara matematika atau dilogikakan. Contoh: Seorang yang menyandang gelar sarjana, logikanya, hidupnya pasti lebih sejahtera daripada orang yang tidak pernah duduk dibangku kuliah. Tetapi kenyataannya, cukup banyak sarjana yang menganggur atau menjadi tukang beca,sementara tidak sedikit orang yang sukses, walaupun tidak pernah duduk disekolah tinggi.

Mencapai pencerahan atau kesadaran jiwa ,tentulah tidak semudah mengucapkannya. Perlu pemahaman yang mantap,penghayatan akan maknanya dan tekad untuk meraihnya. Mungkin saja harus melalui perjalanan panjang yang melelahkan ,sebelum mampu menembus tirai misteri kehidupan itu sendiri,yaitu memaknai hidup untuk menjadi manusia yang berguna ,tidak hanya bagi keluarga,tapi juga bagi orang lain.Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama.

Untuk dapat dikenang orang,tidak harus menjadi orang besar,seperti Bung Karno atau Sudirman. Setiap orang dapat menjadi manusia yang dikenang,tidak hanya ketika masih hidup, tetapi juga ketika sudah tiada lagi di dunia ini. Untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, tidak ada batasan suku,budaya,kepercayaan ataupun usia. Sebagai seorang manusia,kita diberikan kebebasan oleh Sang Pencipta, untuk memilih : menjadi manusia yang dikenang karena bermanfaat bagi orang lain, atau menjadi manusia yang dilupakan,karena kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama. Peta jalan ada ditangan kita,terpulang kita akan mengambil arah yang mana. Mari kita memilih jalan hidup yang benar,agar tidak akan jadi sesalan seumur hidup.

Catatan: tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mengurui sana sini, Semata mata untuk sharing ,sesuai dengan motto Kompasiana: "sharing and connecting ".

Wollongong, 28 Januari,2014

Tjiptadinata Effendi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun