Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengapa Menyamakan Kata dan Perbuatan Gampang Gampang Susah?

5 Mei 2016   08:08 Diperbarui: 5 Mei 2016   09:03 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: shutterstock

Hiduplah dengan menyamakan kata dan perbuatan.Karena tanpa itu kita akan terjerumus dalam kemunafikan. Enak didengar dan menyejukan rasa hati, tetapi  tidak mudah mengaplikasikannya dalam perjalanan hidup kita. Karena itu judul “ Menyamakan kata dan perbuatan adalah gampang gampang susah” Maksudnya gampang diucapkan, tapi susah dalam penerapannya.

Teramat banyak sudah contoh contoh nyata yang dapat kita saksikan, betapa orang orang yang tadinya sangat piawai dalam merangkai kata dan begitu fasih dalam melantunkan ayat ayat kitab suci, ternyata masuk bui. Karena apa yang diucapkan oleh mulut, tidak disertai dengan mengaplikasikannya dalam hidup. Kata yang tidak seirama dengan perbuatan.

Tidak sedikit orang, yang tampil sebagai pembela orang kecil dan terpinggirkan. baik dalam bertutur kata, maupun dalam berbagai tulisannya, ternyata dalam hidupnya tak secuilpun melakukan sesuatu yang nyata, sebagai rasa kasih terhadap sesama.

Kurangnya Introspeksi Diri

Hal ini terjadi karena kurangnya introspeksi diri, bahkan mungkin saja nihil dalam upaya menemukan jati diri yang sejati. Karena begitu lama terbuai dan merasa mendapatkan  kebahagiaan semu, lewat sanjungan dan pujian orang. Karena dianggap sebagai tokoh pejuang orang orang kecil.

Karena itu sangat perlu untuk selalu mawas diri dan berkaca diri. Bagaimana mungkin kita bercerita dan berkotbah tentang peduli pada orang terlantar, bila kita menutup mata terhadap anggota keluarga dan orang orang dekat yang terlantar? Banyak orang yang menyumbang bukan karena begitu besarnya rasa kasih terhadap sesama, melainkan hanya karena ingin namanya disanjung. Padahal keluarga dekat yang terbaring sakit tanpa uang untuk berobat,sama sekali luput dari perhatian.

Pengalaman Pribadi

Tentu tak elok menghakimi orang ,apalagi yang mau menyumbang dalam jumlah besar terhadap pembangunan rumah ibadah ataupun menyumbang untuk kegiatan social. Namun perlu kita mawas diri, agar tidak terjebak dalam kemunafikan.

Ketika hidup kami terpuruk, anak kami kejang kejang ,karena kurang gizi dan beragam komplikasi, saya mencoba meminjam sana sini. Namun tak satupun kerabat yang mau meminjamkan. Malahan kata om saya:” Maaf, gereja sedang butuh uang untuk renovasi” ..

Sehingga sempat dalam hati saya berpikir: ” Ternyata Tuhan lebih butuh uang, daripada anak kami yang lagi terbaring sakit”.Dengan rasa kecewa dan sedih,akhirnya dapat pinjaman dengan bunga 30 persen satu bulan.(bukan setahun)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun