Mungkin karena lebih dari 90 persen produksi gambir dihasilkan oleh Sumatera Barat dan Riau, maka salah satu komoditas dagang yang sebagian terbesar diekspor ke India melalui Singapura ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Yang selama ini dikenal, gambir hanya sebatas komoditas pelengkap bagi penyuka sirih.
Padahal sesungguhnya, gambir memiliki manfaat yang sangat luas. Tumbuhan perdu yang tumbuh di wilayah ketinggian 200 meter hingga 1000 mdpl ini menjadi salah satu komoditas andalan bagi para pengusaha di Sumatera Barat. Karena selain dimanfaatkan sebagai zat perwarna tekstil, juga digunakan sebagai bahan dasar obat obatan, seperti: pencernaan makanan, luka bakar, sakit kepala, diare dan disentri, serta oba kumur kumur dan sariawan.
Gambir ini merupakan perpaduan antara bagian daun dan ranting, yang di-'
kampa' atau diperas dengan menggencet daunan dan ranting di antara kedua balok besar. Dengan memukul kayu yang menggapitnya, maka dari daun dan ranting tanaman gambir ini akan terbit cairan. Yang ditampung dan diendapkan untuk kemudian dicetak dan dikeringkan. Warnanya akan berubah menjadi kuning kecoklatan.
Tanaman gambir ini sejak tempo doeloe sudah dikenal dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai gangguan kesehatan, seperti: diare, disentri dan berfungsi sebagai antioksidan.
Harga Meroket, Tapi Hanya Dinikmati Para PedagangSejak dulu, kenaikan harga gambir hanya dinikmati oleh para pedagang, baik para pedagang, pengumpul, maupun Eksportir. Sedangkan para petani gambir, dikarenakan kehidupan mereka yang morat-marit, hanya menjalani hidup secara sangat memprihatinkan.
Rata-rata para pekerja gambir ini tidak mampu bertahan hingga usia tua. Karena pekerjaan untuk memproduksi gambir secara tradisional, yang dikenal dengan istilah 'kampa' sangat menguras tenaga mereka. Karena setiap kali memukul kayu pengapit daun dan ranting tumbuhan gambir ini, getarannya sangat menyakitkan tulang belulang mereka. Tidak heran, banyak dari antara mereka yang batuk darah di usia relatif masih muda, yakni 40 tahunan.
Pernah ada upaya dari pemerintah daerah untuk memanfaatkan penelitian dari Unand, tetapi hasilnya sangat minim dan tidak mampu menutupi biaya produksi. Akibatnya para petani gambir kembali menguras tenaga dan hidupnya hanya untuk dapat menyambung hidup mereka.
Tahun ini dikabarkan bahwa harga gambir meroket hingga ke angka 50.000 rupiah per Kg. Namun seperti yang sudah berlangsung sejak dulu, kenaikan harga tersebut hanya dapat dinikmati para pedagang. Ekspor gambir dari Sumatera Barat ke India biasanya melalui Singapura karena prosedurnya lebih mudah. Dan setiap dua minggu ada kapal yang siap untuk mengangkut hasil produksi gambir yang mencapai sekitar 80 ton per tahunnya.
Sebagai orang yang pernah berkecimpung di bidang ini selama belasan tahun, saya masih terbayang ketika menengok kondisi para pekerja produksi gambir, yang 'menjual hidupnya'. Karena walaupun mereka telah mengetahui bahwa akan batuk darah di usia 40-an apabila menjadi juru
kampa, merka tetap melakoni pekerjaan tersebut. Mereka tidak mempunyai pilihan hidup yang lebih baik, maka mereka menjalani hidup seperti ini.
Semoga kini sudah ada perhatian pemerintah untuk memperhatikan nasib para pekerja ini, bukan hanya ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Sumatera Barat, tetapi secara sungguh sungguh memahami betapa para pekerja gambir ini amat sangat menderita hanya untuk sesuap nasi.
Catatan: semua foto adalah koleksi pribadi
Lihat Money Selengkapnya