Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menata Hidup yang Sudah Terlanjur Berantakan

14 Januari 2016   11:48 Diperbarui: 14 Januari 2016   17:18 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kiat Menata Hidup Yang Terlanjur Brantakan

Sering menulis artikel yang menginspirasi, maupun memotivasi orang banyak, bukanlah berarti hidup penulisnya selalu mulus dan tak pernah brantakkan.. Justru sebaliknya, karena pernah lalui masa masa hidup yang tunggang langgang dan amburadul, yang dijadikan landasan untuk menuliskan kisah kisah hidup yang perih, pedih, memalukan dan menyedihkan.

Menulis berulang kali tentang hal yang sama, selain membosankan, juga akan menciptakan image negative, yakni: ”menjual kemiskinan”, yang jelas sudah tidak up todate lagi dengan kondisi saya saat ini Yang bersyukur memiliki hidup yang jauh dari kategori "kaya", namun berkecukupan.

Percaya Diri Sangat Diperlukan, Tapi “Over Confidence”, Justru Menghanyutkan
Percaya diri bukan hanya baik, tapi mutlak diperlukan untuk meraih impian hidup, tapi over confidence justru menghanyutkan dan memporak porandakan  seluruh rencana hidup yang disusun dan diimpikan. Akibat percaya diri yang berlebihan inilah saya melakukan kesalahan besar dalam hidup, sehingga harus dibayar mahal. Bukan hanya oleh diri pribadi, tapi ikut menanggung akibatnya adalah istri dan putra pertama kami (pada waktu itu).

Semangat menggebu-gebu untuk bisa sesegera mungkin menjadi seorang pengusaha sukses dan mampu membeli rumah, mobil dan hidup berkecukupan bersama rumah tangga yang baru kami bina,menyebabkan saya nekat menggunakan seluruh tabungan saya, plus istri, hasil kerja kami selama belum menikah. Saya mulai mencoba berdagang antar kota, yakni Medan dan Padang.

Namun akibat sama sekali belum berpengalaman, maka dalam hitungan tidak sampai satu tahun, semua modal ludes, berikut uang pinjaman. Untuk menutupi lubang, maka saya menggali lubang yang lebih besar lagi, yakni: menjual seluruh perhiasan yang ada dan memberanikan diri meminjam pada tante kami di Medan, dalam jumlah yang sangat besar untuk ukuran kami pada waktu itu

Gali Lubang Dalam dan Langsung Terperosok

Ada istilah "Gali lubang, tutup lubang”. Namun lubang yang saya gali sudah terlalu dalam untuk ukuran saya, maka istilah gali lubang tutup lubang itu tidak dapat dipraktekkan, karena begitu dalamnya lubang yang telah digali, saya langsung terpersosok ke dalamnya.  Dan baru bisa keluar setelah sengsara di dalam lubang selama tujuh tahun,

Yang lebih memperdalam rasa berdosa dalam diri saya, bukan karena saya menjalani hidup melarat, karena kalau kita berani berbuat, tentu harus berani menanggung resikonya. Yang paling saya sesali seumur hidup adalah, saya sudah membawa istri dan putra pertama kami (pada waktu itu), ikut masuk dan terperangkap dalam lubang yang saya gali sendiri.

Menata Hidup Yang Terlanjur Brantakan

Bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada istri, serta putra pertama, akhirnya badai kehidupan itu berlalu. Gelap sudah berganti dengan sinar mentari. Hidup kami sudah berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun