Judul ini bukan hoaks dan juga bukan judul bombardir untuk menarik orang membaca tulisan ini. Tapi benar benar terjadi pada diri kami berdua. Kami harus melalui ujian yang terkadang sangat rumit dan seakan menemukan jalan jalan buntu untuk mendapatkan sertifikat ini. Bahkan berpuluh kali lebih sulit bila mau dibandingkan dengan perjuangan mendapatkan predikat sarjana, maupun doktor.
Instruksi untuk mengerjakan soal-soal ujian untuk mengerjakan ujian-ujiannya hanya sekali saja diberikan, yakni pada saat mengucapkan janji pernikahan, Yakni, "Berjanji untuk saling mencintai dalam untung dan malang. Serta dalam suka dan dalam duka". Selebihnya diserahkan kepada kami berdua, bagaimana agar secara bersama sama mengerjakan soal-soal ujian tanpa ada kesempatan untuk menyontek.
Tidak Ada Ujian Susulan
Bila sekali saja mengalami kegagalan atau tidak lulus, maka tidak akan ada lagi ujian susulan atau kesempatan kedua. Dan kami bersyukur. Setelah menekuni hari demi hari sehingga mampu menyelesaikan 50 X 365 hari = 18. 250 hari, maka akhirnya dengan penuh rasa syukur, tepat pada hari ke 18.250 menikah datanglah sertifikat satu untuk berdua, yang ditanda tangani langsung oleh Sri Paus Fransiskus. Kami menerimanya dengan penuh rasa syukur.
Tulisan ini dibuat untuk menjawab banyaknya pertanyaan via inbox dan jalur pribadi lainnya, yakni, "Bagikan dong,bagaimana caranya Opa dan Oma mampu melalui 50 tahun pernikahan dengan selamat."
Karena tidak mungkin bagi saya untuk menjawab satu persatu, diharapkan tulisan ini dapat menjadi jawaban. Walaupun jelas tidak mungkin dirinci apa saja yang telah kami lakukan selama 50 tahun, tapi intinya sudah disebutkan di atas, yakni "Saling mencintai, dalam untung maupun malang serta dalam suka maupun dalam duka."
Nah, sepertinya sangat mudah, tapi menjalaninya sungguh sungguh dibutuhkan cinta yang tidak menuntut. Dan berkali kali istri saya sudah membuktikannya, seperti yang pernah saya tuliskan dalam artikel "Ketika hidup saya terpuruk,istri saya ikhlas menjadi sopir antar jemput".
Semoga tulisan ini ada manfaatnyabagi yang sudah berkeluarga maupun yang akan berkeluarga. Tentu bukan untuk menerima sertifikat dari Paus, melainkan intinya adalah bagaimana menghadapi badai kehidupan dengan satu hati.
Saya tidak tahu persis apakah ada orang lain,yang sebelum kami,juga mendapatkan sertifikat yang serupa. Yang jelas hal ini merupakan sebuah berkat dan kebahagiaan tak terhingga bukan hanya bagi kami berdua, melainkan juga untuk seluruh keluarga besar dan teman-teman kami.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya yang dapat dipetik.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H