Nasib Sudah Jadi Begini , Mau Apa lagi ?
Ini lagu lama, yang seharusnya sudah basi,tapi heran koq masih tetap banyak orang yang menyanyikannya. Kalau dianalogikan sebagai sebuah kaset, maka seharusnya lagu ini sudah menjadi kaset rusak,yang tak layak lagi diperdengarkan. Tapi kenyataannya adalah lagu :” Nasib sudah jadi begini, Mau Apa lagi ?!”, masih tetap popular hingga di zaman kini. Dan penyanyinya bukan saja dari kalangan muda, tapi tergolong orang yang seharusnya sudah matang ditempa perjalanan hidup.
Kalimat singkat,yang seakan menterjemahkan bagaimana kondisi dan sikap mental dari orang yang “menyanyikannya”. Yakni sebuah rasa keputusasaan. Seakan semuanya sudah berakhir dan tidak ada lagi yang dapat diperbuat.
- gagal dalam usaha
- Di Phk dan gagal mendapatkan lowongan kerja
- Bertahun tahun hidup tak kunjung membaik
- Merasa sudah jatuh, ditimpa balok
- Merasa diri sudah terlalu tua
- Merasa tidak ada yang mendukung
- Merasa ditinggalkan oleh sahabat
Benarkah Kondisinya Seperti Yang Dinyanyikannya?
Saya pernah mendatangi rumah anak dari kerabat ,pengin tahu, apa yang dapat saya lakukan untuk meringankan penderitaannya. Karena dari nada suara dan ceritanya panjang lebar lewat telepon,seakan dirinya sudah berada dipinggir jurang dan sesaat lagi akan terjun bebas. Atau dalam kata lain,kondisinya sudah sangat parah.
Penyanyinya Lagi Duduk Main Game
Ternyata ketika saya tiba tiba mampir dirumahnya, tampak sosok orang yang mengaku kondisinya sudah sangat parah dan menderita, sedang duduk main game di teras rumahnya. Secangkir kopi tampak menemaninya,duduk santai ,sambil menggunakan laptopnya untuk bermain game. Memang hal ini adalah haknya dan saya sama sekali tidak berhak mengritik ,apalagi menegurnya..Hal ini bukanlah pengalaman pertama saya menjumpai orang orang yang mengeluh,sesakan dunianya akan kiamat,ternyata faktanya ,hanya kemalasan yang ditutupi dengan menyalahkan nasib.
Namun ,saya sadar, bahwa apa yang dikatakan oleh kebanyakan generasi muda di jaman kini, tentang hidup menderita, amat jauh bedanya dengan derita hidup yang kami alami selama tujuh tahun.Walaupun tentu tidak elok menyamaratakan semua orang, tapi contoh contoh hidup, sudah dapat menggambarkan bagaimana sesunggunya, sikap mental generasi muda di zaman kini.
Menyaksikan semuanya ini, rasa empati dan simpati saya, bagaikan bara api disirami hujan lebat dan padam seketika. Pikiran saya langsung menerawang ke orang orang yang masih hidup dikolong jembatan.. Lebih baik ,saya belikan mereka sekardus mie instant atau sekarung kecil beras, akan lebih bernilai dari pada diberikan kepada orang yang lagi duduk santai main game dirumahnya ,yang tergolong baik,walaupun bukan rumah mewah.
Seperti Apa Sih Hidup Menderita itu?
Nah, mungkin cukup banyak generasi muda yang sungguh sungguh tidak tahu,apa artinya hidup menderita yang sesungguhnya. Bukan untuk menarik simpati,tapi setidaknya memberikan sebuah gambaran nyata ,bagaimana hidup menderita, seperti yang pernah kami alami.
- -hutang menumpuk ,akibat gagal dagang keliling
- -aliran listrik sudah berbulan bulan dicabut petugas PLN, karena tidak mampu bayar tunggakan
- - anak sering sakit dan kejang kejang,karena tinggal di pasar kumuh
- -kurangnya makanan yang sehat
- -sahabat dan kerabat menjauh
- - saya sendiri batuk darah, karena jatuh dari bis ,waktu bongkar muat barang
- -istri saya jam 3.00 subuh sudah kestasiun kereta api untuk beli kelapa
- - saya mengupas dan mengerejo kelapa di kedai
- -anak usia 4 tahun ikut membantu kerja
- -ketika banjir ,kami terkurung di kedai,tanpa ada yang dapat dimakan
- -mandi dari air sumur, bekas dari bangkai tikus.
- -ditempat tidur kecoa dan lipan ,bebas berkeliaran setiap hari.