Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kontemplasi

20 Juni 2017   21:48 Diperbarui: 21 Juni 2017   10:47 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

Dalam Diri Kita Masih Kental Rasa Egois
Kita tidak suka menengok orang egois,yang hanya mementingkan diri sendiri ,keluarga ataupun komunitasnya. Bila kita tengok, orang orang yang sesungguhnya mampu,tapi masih  mau antri, untuk ikut mendapatkan makanan gratis,maka kita akan geleng geleng kepala . Ada perasaan jengkel dan marah,karena seharusnya memberikan kesempatan kepada orang yang lebih membutuhkan untuk mendapatkannya.
Tapi kalau kita mau berlaku jujur pada diri sendiri,maka sesungguhnya dalam diri kita masih  kental dengan rasa egois. Akan tetapi selama ini tidak terungkap keluar. Melakukan introspeksi diri,tentu tidak perlu gengsi gengsian,karena di dunia ini,tidak ada manusia yang sempurna. Dengan memahami kekurangan dan kelemahan diri,maka akan jauh lebih mudah bagi kita,untuk memperbaikinya.


Meluangkan Waktu 10 Menit Setiap Hari

Kita bukan petapa dan juga bukan dalam konteks mau melakukan tapabrata atau bersamadi berhari hari atau bahkan bertahun tahun. Karena itu ,kita hanya butuh meluangkan waktu barang 10 menit saja,untuk melakukan koreksi diri.
Bila kita menengok foto bareng bersama anggota keluarga lainnya,maka gambar siapa yang pertama sekali ingin kita tengok?
Kalau jawabannya, adalah gambar diri kita,maka hal ini,sudah satu tanda,bahwa dalam diri kita masih kental bersarang rasa egois.
Pada saat kita mendapat kabar,bahwa ada gempa bumi dan banyak korban meninggal dunia,maka pertanyaan pertama yang muncul :" Ada nggak anggota keluarga kita yang kena? Kalau nggak ada ,ya syukurlah!" 


Bayangkan betapa egoisnya kita,Asal saja tidak ada anggota keluarga kita yang jadi korban,ya sudah cukup. Mengenai berapa puluh orang lain yang meninggal,bagi kita ,sama sekali tidak penting.
Tengah malam,hujan lebat dan ada yang mengetuk pintu .Minta tolong diantarkan kerumah sakit,karena anaknya mau melahirkan
Tapi kita bilang pada istri:"Bilang saja,papa lagi keluar kota"
Nah,gimana rasanya? Masa iya orang dalam kondisi sangat mendesak,kita hanya memikirkan diri sendiri,ntar kena hujan dan tidak ada keinginan untuk membantu orang.


Lagi duduk di bus kota,ada wanita hamil naik dan karena tempat duduk penuh,maka siwanita terpaksa berdiri . Kita,memejamkan mata dan pura pura tidur.Apakah hal ini bukan membuktikan bahwa egoisme masih kental dalam diri kita?
Ini hanya sekedar contoh contoh sederhana,yang gampang dipahami. Tentu saja  daftar ini dapat diperpanjang lagi.Namun biarlah menjadi bahan kontemplasi pribadi kita masing masing. Yang penting,kita dengan rendah hati,mau mengakui,bahwa diri kita ,masih jauh dari sebutan sempurna.


Kotbah Terbaik Adalah Contoh Teladan 

Apa yang kita lakukan,baik sikap dalam menerima berita,maupun sikap ketika menghadapi orang lain yang minta pertolongan kita,semuanya akan direkam oleh anak anak kita. Oleh karena itu,bila kita kita memberikan kothbah berapi api kepada anak anak dan anggota keluarga yang lainnya,padahal mereka mengetahui,bahwa kita tidak mampu melakukan apa yang kita katakan,maka akan sia sialah kotbah kita. Karena sesungguhnya kotbah terbaik adalah contoh teladan yang kita berikan.


Sebuah contoh teladan ,jauh lebih bernilai dari seribu kotbah. Hal inilah yang belakangan ini banyak dilupakan oleh orang orang yang menamakan dirinya :"tokoh masyarakat"Semoga kita tidak termasuk dalam kategori ini'


Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun