Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Cita Cita Hidup Berubah Arah di tengah Perjalanan

6 Juni 2014   01:47 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:07 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


14019680121172470783
14019680121172470783

Ketika Cita Cita Hidup Berubah Arah Ditengah Perjalanan
Terlahir sebagai keluarga yang tidak mampu, hidup dalam keprihatinan ,bahkan kesuraman hidup tetap mengikuti , kendati saya sudah berumah tangga. Pernah ada saat saat, dimana saya merasa putus asa dalam menghadapi kemelut hidup. Hanya doa dan cinta terhadap istri, yang bisa menyelamatkan saya dari mengambil jalan sesat.

Oleh karena itu,setelah menjalani hidup yang morat marit, tidak dipandang sebelah mata lagi oleh teman teman, bahkan sanak family, akhirnya pintu gerbang untuk mengubah nasib kamipun tiba. Waktu seperti berlari kencang. Dalam waktu 7 tahun, semua sudah berubah total. Kami sudah membangun sebuah rumah permanent di Komplek Elite Wisma Indah di kota Padang,lengkap dengan kolam renang, taman dan paviliun berlantai 3. Hidup kami berubah bagaikan siang dan malam. Kalau biasanya selama bertahun tahun kami masih memikirkan, apa yang akan dimakan untuk hari ini, sekarang kami sudah bisa makan 3 kali sehari dinegara yang berbeda. Sarapan di Indonesia, makan siang di Singapore dan makan malam di Tokyo. Terkadang semuanya serasa bagaikan mimpi.

Cita cita Dihari Tua Ingin Hidup Menyepi di Desa
Kendati tidak kaya, tapi hidup kami sudah berkecukupan. Impian demi impian sudah jadi kenyataan: Rumah permanent. Ketiga anak kami melanjutkan study di U.S.A dan tiap tahun kami bisa berlibur keluar negeri bersama anak anak. Impian kami kedepan adalah bila anak anak sudah berkeluarga , maka kami ingin menjauh dari kebisingan hidup dikota. Kami ingin hidup menyepi di desa, sambil berkebun . Demi untuk melangkah menuju impian ini, kami sudah mempersiapkan dengan membeli sebidang tanah yang lumayan luasnya, yakni seluas 40 Hektar. Lokasinya adalah di daerah Pasaman ,tepatnya di Kinali. Tindakan lebih lanjut adalah menanam pohon kelapa sebanyak 500 batang dan ada ratusan pohon pinang ,yang merangkap sebagai batas tanah . Ditanah ini juga ada sebuah anak sungai yang airnya mengalir sangat bening. Rencananya kelak , kami akan membangun kolam ikan yang luas ,menyediakan sebuah perahu dan tiap hari kami bisa memancing dikolam sendiri.
Kami juga sudah membeli sebuah Pick up, untuk kelak setiap panen, mengangkut hasil dari perkebunan yang sudah kami rancang, untuk dijual ke kota.

Namun manusia boleh boleh saja membuat rencana sematang mungkin, tapi kata akhirnya manusia bukanlah decision maker. Bukan pembuat keputusan dalam segala hal. Setelah anak anak selesai pendidikan dan berkeluarga, entah kapan dimulainya, impian kami berubah secara total

Bagaikan bangun dari sebuah mimpi tiba tiba saja saya tersadar atau menyadari , bahwa cita cita untuk menikmati hidup sendiri bersama istri, tanpa peduli orang lain , sesungguhnya bukanlah sebuah pilihan hidup yang tepat. Saya malu pada diri sendir, kenapa rencana yang demikian ngawurnya, bisa menduduki hati saya, bahkan menjadikannya sebuah impian

Hampir tidak Pernah dirumah

Kehidupan yang kami lalui kemudian, bahkan tidak memberikan kami kesempatan untuk menikmati apartement yang kami beli dengan harga cukup mahal dibilangan Kemayoran. Malahan bila kami kembali ke Indonesia, mobilitas kami sangat tinggi ,sehingga jarang bisa tinggal dirumah. Selama lebih dari 10 tahun memiliki apartement, paling banyak hanya 10 kali, kami menikmati kolam renang, whirpool atau kolam air hangat dan sauna, yang merupakan fasilitas bagi para penghuni.

Kesibukan saya dan istri untuk berkunjung keberbagai pelosok nusantara, ternyata menghadirkan suatu kebahagiaan yang tak ternilai. Kami merasa hidup kami ada artinya,karena bisa berbagi dengan orang lain. Sedikitpun tidak ada penyesalan, bahwa tanah seluas 40 hektar yang sudah kami beli dengansertifikat hak milik, hingga saat ini , tidak pernah lagi kami kunjungi.

Keindahan Hidup baru bisa dirasakan , Ketika hidup kita berarti bagi orang lain
Sepotong kisah hidup ini, merupakan cuplikan dari perjalanan hidup kami. Tidak ada hal hal yang bersifart spektakuler atau luar biasa. Apa yang saya tuliskan disini hanyalah kisah hidup orang biasa biasa saja. Tetapi berharap ,tulisan kecil ini akan mampu memberikan inpirasi dan motivasi bagi setiap orang yang membacanya. Bahw hidup tidak dapat dipatok berdasarkan matematika. Ada banyak misteri hidup yang tidak kita pahami. Dan bila suatu waktu impian hidup kita harus berubah untuk sesuatu yang lebih bernilai, jangan takut, kita syukuri dan dijalani dengan penuh sukacita. Hidup yang diisi dengan keceriaan, adalah petanda bahwa kita adalah makluk yang tahu bersyukur.

14019680121172470783
14019680121172470783

Mount Saint Thomas, 05 Juni, 2014
Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun