Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebahagiaan Keluarga Terlalu Berharga untuk Dijadikan Taruhan

18 April 2017   09:25 Diperbarui: 18 April 2017   10:18 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
family is the first/ berada ditengah anak mantu dan cucu cucu ,adalah kebahagiaan yang tak ternilai/foto dok,pribadi

Taruhan bukan berarti hanya di rumah judi, di Kasino ataupun taruhan sewaktu ada pertandingan sepak bola. Ada banyak ragam dan cara serta gaya orang bertaruh  bahkan taruhannya jauh lebih mengerikan daripada taruhan uang,yakni mempertaruhkan keluarga.

Salah satu sahabat baik kami di Jawa Tengah sangat ingin menjadi anggota dewan yang terhormat. Untuk itu, ia mengerahkan seluruh upaya dan kemampuan dirinya, termasuk bagi-bagi hadiah. Bikin kaus sekali cetak 5 ribuan, walaupun cuma kaos murahan tapi bisa dihitung berapa jumlahnya.

Melakukan safari dari kampung ke kampung sambil menjadi Sinterklas. Kata pak Naryo (bukan nama sebenarnya) "Wah luar biasa pak Effendi, saya dan istri disambut sangat antusias dimana-mana. Kami dijemput, disalami dan dijamu oleh warga. Rasanya tiada kebahagiaan yang lebih besar yang pernah saya rasakan."

Saya hanya terdiam, tidak tega langsung merusakkan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga. Apalagi disampingnya ada istrinya yang juga ikut berseri-seri mendengarkan cerita suaminya.

Malamnya, ketika kami makan bersama secara halus saya mengingatkan pak Naryo bahwa adalah hal yang biasa setiap orang memiliki cita-cita dalam hidupnya. Bahkan orang yang hidup tanpa cita-cita, dapat diibaratkan orang yang  berjalan tanpa tahu mau kemana. Tapi hendaknya, jangan mempertaruhkan kehidupan keluarga untuk meraihnya.

Namun, sambil tertawa Pak Naryo mengatakan bahwa 99 persen keberhasilan sudah di tangan dan sayang kalau tidak dilanjutkan. Walaupun kami sudah bersahabat bertahun-tahun, namun saya tidak mungkin mengintervensi hak orang lain untuk berbuat sesukanya atas harta yang dimilikinya.

Bencana Itu Tiba

Kemudian kami berpisah untuk seminggu dua minggu dan masih ada komunikasi lewat WA atau SMS, namun setelah itu, ponselnya sama sekali tidak dapat lagi dihubungi. Baru kemarin malam, saya dapatkan berita dari putranya bahwa ponsel sudah lama tidak aktif dan mereka sekeluarga sudah pindah ke Jakarta.

"Opa,toko kami sudah dijual bahkan rumah kami juga sudah disita bank. Papa gagal dalam usahanya menjadi anggota dewan. Kini kami ngontrak di Jakarta timur. Jualan bubur dan mie ayam. Saya sudah tidak kuliah lagi Opa karena tidak ada biaya lagi. Papa sudah lama terbaring sakit. Papa malu ketemu siapapun. Kakak saya lari ke Medan karena tidak tahan hidup seperti ini. Saya kini ngojek Opa..."

Kapan Opa dan Oma ke Jakarta, mohon sesekali tengok kami ya. Salam hormat dari saya."

Serasa tidak percaya, bahwa petaka itu sungguh-sungguh terjadi. Padahal tokonya sudah merupakan mini market.Rumahnya cukup megah di kawasannya, mobil ada dua digarasinya. Dan kini semuanya ludes dan harus mau hidup ngontrak di pinggiran kota Jakarta. Istri yang tadinya mengendalikan toko, kini harus  bangun pagi untuk jualan bubur ayam dan bakmie, sedangkan putranya yang sudah semester akhir harus ikhlas jadi tukang ojek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun