Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karya Seni Orang Difabel

13 Maret 2017   21:47 Diperbarui: 13 Maret 2017   22:22 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pria ini ,kakinya buntung dan matanya catat sebelah,tapi ia dan teman temannya bekerja untuk mengihidupkan keluarga mereka/foto dokumentasi Tjiptadinata effendi

Penyandang Cacat,Bukan Sebuah Kehinaan

Keberadaan orang orang Penyandang cacat yang disebut dengan istilah : "Difabel" atau : "disable", pada umumnya dipandang rendah. Dicuekin, bahkan tidak jarang menjadi olok olokan anak anak. Seakan orang difabel itu adalah badut yang lagi beraksi. Padahal bukan maunya mereka seperti itu.

salah satu karya seni mereka,yang terbuat dari piring pecah dan kulit telur/foto dokumentasi pribadi
salah satu karya seni mereka,yang terbuat dari piring pecah dan kulit telur/foto dokumentasi pribadi
Kalau membanding bandingkan dengan orang Difabel atau disable di Australia, jelas beda bagaikan siang dan malam. Karena justru disini,mereka mendapatkan prioritas utama dikendaraan umum dan ditempat tempat layanan lainnya. Mereka tidak berjalan terseot seot,apalagi sampai merangkak atau berjalan dengan lutut, seperti yang dapat disaksikan di tanah air kita. Disini rata rata orang disable, mengendarai skuter yang didisain khusus untuk orang orang yang  mengalami kekurangan phisik.

Saya jadi ingat ,ketika tahun lalu kami berkunjung ke Vietnam,ternyata orang orang difabel disini berkerja .Walaupun bidang yang ditekuni berbeda,tapi mereka berkerja ,seperti halnya orang orang lainnya.Jadi tidak terlunta lunta ,menunggu belas kasihan orang lain.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Panti Orang Difabel

Kalau di Indonesia ada Panti Jompo, maka di Vietnam ada Panti khusus orang Difabel.Disini mereka dididik untuk mandiri dengan mengukir potongan piring pecah,menjadi karya seni yang bernilai tinggi. Kami berdua beruntung dapat masuk dan menengok ke dapur,dimana mereka sedang menekuni pekerjaan.

 Piring piring pecah ini, dicuci dan dikeringkan. Kemudian dipotong menurut alur pecahnya,sehingga praktis yang terbuang hanyalah bagian bagian kecil dari pinggiran piring pecah yang di rapikan.

kulit telur ,sebagai bahan dasar /dok.pri
kulit telur ,sebagai bahan dasar /dok.pri
Begitu juga kulit telur, yang akan digunakan untuk menciptakan karya seni, dicuci dan dikeringkan. Kemudian permukaan piring ini dibuat kasar dengan emplas . Ditempelin dengan kulit telur yang dipotong sesuai alur disain lukisan

sam-4218-1280x960-1280x960-58c6ae21ae7e61685d94c329.jpg
sam-4218-1280x960-1280x960-58c6ae21ae7e61685d94c329.jpg
Diwarnai, kemudian dipoles sana sini, untuk lebih mewarnai karya seni hasil karya tangan tangan trampil para difabel ini. Mereka sudah terlatih bertahun tahun, sejak perang yang mencabik-cabik negerinya, sekaligus memporak porandakan keluarga mereka.. Namun kegigihan mereka untuk tetap bertahan hidup dan tidak ingin hidup dibawah belas kasihan orang.

Dalam waktu kurang dari satu jam, piring pecah yang semua sama sekali tak menarik dan tak berharga sepeserpun Sesudah di finishing touch lewat furnishing, kini berubah ujud menjadi benda seni yang mengaggumkan dan memiliki nilai jual yang tinggi.

Semua pekerja disini,  rata rata adalah penyandang cacat. Ada yang  yang kakinya buntung.maupun yang tangannya buntung dan matanya cacat, Mereka adalah korban perang. Salah seorang dari antara mereka,cukup fasih berbahasa Inggeris dan dengan senang hati bercerita tentang kehidupan dan perasaan mereka.

"Dinegeri anda,mungkin barang barang seperti pecahan piring dan kulit telur,mungkin dianggap sampah dan dibuang ketempat sampah. Disini,kami dapat mengubahnya ,menjadi barang barang berharga jual yang tinggi." Katanya,sambil mata dan tangannya,terus sibuk menekuni pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun