Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Saya Tidak Dapat, Maka Orang Lain Juga Tidak

18 April 2017   19:52 Diperbarui: 18 April 2017   20:07 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau Saya Tidak Dapat, Maka Orang Lain Juga Tidak Boleh

Kini,yang namanya layangan sudah hampir punah. Anak anak bahkan sudah tidak tahu lagi bagaimana membuat layangan dan bagaimana merekatnya,apalagi menaikkannya. Malahan kalau ada yang berteriak : "Layang layang putuus" Yakin, tak akan ada anak anak yang bakalan tertarik,apalagi sampai mau mengejarnya.

Kalau dulu,setiap kali ada liburan panjang,maka mainan layangan merupakan permainan yang paling ngetop. Bagi saya, pada waktu itu, adalah kesempatan untuk mendapatkan uang, Saya bisa merakit layangan sebanyak 50 buah sehari dan mendapatkan keuntungan yang aduhai,menurut ukuran pada waktu itu.

Namun bagi anak anak yang keluarganya berkecukupan,tinggal beli layangan dan benang dan dinaikkan untuk diadu. Namanya layangan : "maco"  atau layangan jantan. Kalau layanga yang berekor panjang dan disebut layangan "darek" tidak boleh diadu,karena melambangkan layangan betina. Itu sudah menjadi aturan baku.dimasa dulu

Mengejar Layangan Putus

Yang namanya  mengadu layangan adalah dengan jalan mengunakan benang gelas,yakni benang yang sudah diolesi dengan lem perekat,yang sudah diaduk dengan bubuk kaca yang ditumbuk sehingga halus. Akibatnya,benang menjadi tajam ,bukan hanya mampu memutuskan benang layangan lawan,tapi juga bisa melukai jari jari tangan. Karena itu jari telunjuk dibungkus dengan kain,agar jangan sampai terluka.

Semua anak anak yang menonton,memperhatikan dengan seksama, "pertempuran diudara" antar layangan maco. Begitu ada yang putus,maka tanpa ada yang mengomandoi,hampir serentak semuanya bersorak: "Layang Layang Putuuuuss"

Maka berhamburanlah anak anak dari mana saja.Saking antusiasnya, menginjak tanaman ,menyambar bambu penyanggah jemuran,tanpa peduli kain tetangga yang sedang dijempur berserakan ditanah. Mata hanya menengok keatas,kemana arah angin membawa layangan,tidak peduii keselamatan diri dan keselamatan orang lain.

Ketika Ada yang Dapat Layangan

Akhirnya ada yang berhasil menggaet tali layangan yang putus dan mendapatkannya. Tapi begitu layangan ada ditangannya,maka entah siapa yang memberikan komando : "ram ke tiram. pok ketipok... rampok!" Maka entah setan apa yang menggerakkan anak anak,semuanya menyerbu kearah anak yang berhasil mendapatkan layangan tadi. Betapapun tubuhnya lebih besar dan kuat,mana mampu menahan belasan anak yang mendorongnya, Maka sudah dapat dibayangkan,layangan berubah menjadi sobekan kecil kecil....

Semua puas. Tidak satupun yang dapat memilikinya. Prinsip,kalau saya tidak dapat,maka tidak seorangpun boleh memilikinya. Aneh,tapi nyata. Tidak tahu,siapa pencetus ide gila ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun