Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadikan Anak Investai Masa Tua Akan Menuai Kekecewaan

24 Januari 2015   02:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14220172302112055095

[caption id="attachment_365839" align="aligncenter" width="560" caption="foto tua dan bahagia: tjiptadinata effendi"][/caption]

Jadikan Anak Investasi Masa Tua Akibatkan Kekecewaan

Hasil dari cara berpikir yang salah dimasa muda, ternyata baru dirasakan sakitnya dimasa tua. Dimana seharusnya para orangtua menikmati masa masa pensiun dengan damai dan hati tenang,justru hadapimasa masa yang menyakiti.

Cara berpikir itu adalah sebagai berikut :” Sebagai orang tua, kita sudah membesarkan anak anak dengan susah payah. Menyekolahkan mereka ,hingga selesai ,dengan mengorbankan seluruh kesenangan hidup kita. Maka wajarlah bila kita sudah tua, maka giliran anak anaklah yang akan menjaga kita. Cara berpikir yang keliru ini,ternyata berlanjut dari satu generasi ,hingga generasi yang berikutnya. Tanpa orang mau belajar dari setiap peristiwa hidup ,bahwa jaman sudah berubah. Siapa saja yang menjadikan anak anaknya investasi masa tua, maka kelak akan menuai kekecewaan dan kesedihan mendalam Karena apa yang “ditanamnya” ,ternyata tidak bisa :” dipanen”

Sebuah Kilas Balik

Ketika kami merayakan ultah ke 50, adalah merupakan kesempatan emas untuk dapat berjumpa dengan sahabat dari berbagai komunitas, disamping keluarga dan kerabat yang hadir,Saat sebelum acara usai ,mendekati jam 10 .00 malam ,saya sempat menyalami salah satu teman lama saya. Yang tampaknya jauh lebih tua dari pada usia sebenarnya, yang 7 tahun lebih muda dari saya.

Isi dari pembicaraan singkat dengan pak Gito (bukan nama sebenarnya) ,sesungguhnya merupakan sebuah pembicaraan yang biasa biasa saja. Yakni, rasa kekagumannya ,menyaksikan anak, mantu dan cucu cucu, serta teman teman yang datang dari berbagai pelosok. “ Hebat ya pak Effendi.,luar biasa ,anak,mantu dan cucu cucu datang semua ya dari Australia. Berapa biayanya tuh…pulang pergi Indonesia – Australia?”

Karena saya anggap pertanyaan basa basi ,maka saya dengan santai menjawab:” Ya pak Gito ,kami berdua beruntung.Setidaknya , ada 6 orang dari Perth dan 4 orang dari Wollongong, pulang pergi ,minimal 60 -70 jutaan, Tapi Karena menyayangi kami, mereka tidak memperdulikan mengenai biaya, untuk bisa hadir dalam acara ini”

Tanpa saya duga,ternyata jawaban yang sangat biasa biasa saja dari saya, membuat pak Gito menangis.Saya heran dan berpikir,apa ada yang salah saya ucapkan.? Istrinya yang mendampinginya, mengambil alih pembicaraan dan berkata:” Maaf pak Effendi, kami kurang beruntung. Anak anak kami sekolahkan dengan harapan,bisa jadi tempat bersandar dihari tua kami,,ternyata yang terjadi jauh dari semuanya itu. Minggu lalu suami saya ulang tahun ke 65 ,namun tak seorangpun dari ketiga anak kami yang datang, inilah yang menyebabkan suami saya menjadi sangat terpukul”

Pembicaraan Terputus

Namun pembicaraan ini terputus,karena sudah berulang kali saya dipanggil untuk foto bersama. Maka sayamohon maaf dan pamit meninggalkan mereka berdua dimeja tempat mereka duduk.Saya mencoba menepis masalah yang terjadi pada diri teman saya ini,namun bagaimanapun. Perasaan saya sempat terusik. Disuatu pihak ,rasa syukur kami kepada Tuhan ,yang secara luar biasa memberikan kami anak ,mantu cucu ,kerabat dan teman teman yang sangatpeduli, sehingga mau meluangkan waktu untuk bisa hadir,namun disisi lain,saya ikut prihatin,memiikirkan perasaan sahabat saya, yang berharap bisa :”memetik “ buah buah dari pohon yang “ditanamkannya pada diri anak anaknya, namun ternyata ketika saat mereka ingin panen,tak satupun buah yang tersedia bagi mereka berdua.

Kisah Lama yang Senantiasa Berulang

Sebenarnya kisah sedih dari pak Gito ini bukanlah hal baru,tapi merupakan kejadian klise yang senantiasa berulang dari satu generasi ke generasi lainnyaPara orang tua tidak pernahmau belajar, bahwa bila menganggap apa yang dikeluarkan mereka untuk menyekolahkan anak anak ,adalah sebuah investasi dihari tua, maka akan berakibat fatal. Namun kebanyakan mereka menganggap hal tersebut adalah faktor keberuntungan atau faktor:” hokki” , yang ternyata mengulangi kembali kisah kisah sedih dan pilu, karena merasa “dicampakkan” oleh anak anak yang sudah bersusah payah merek besarkan dan disekolahkan hingga sarjana.

Sudah saatnya para orang tua ,menyadari bahwa anak anak bukanlah investasi,yang dapat dimanfaatkan ketika memasukki usia tua. Karena bila pola pikir ini tidak diubah secara total,maka para orang tua,kelak akan menuai kekecewaan dan kepedihan yang mendalam.

Mempersiapkan masa Depan Anak dan Sekaligus Masa Tua Kita

Untuk mencegah agar hal ini tidak terulang lagi,maka perlu orang tua memahami dan mempersiapkan diri,dengan memahami, bahwa tidak cukup hanya mempersiapkan masa depan anak anak ,tapi juga perlu mempersiapkan masa tua diri sendiri.

Sukarno Hatta, 23 Januari, 2015

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun