Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hindari Sifat Terus Terang yang Kebablasan

7 April 2016   18:06 Diperbarui: 8 April 2016   04:50 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terus terang secara umum, adalah sifat seorang ksatria. Dalam berprilaku yang berterus terang, ada kadar kejujuran di dalamnya. Kalau kita yang berbuat salah, maka secara terus terang kita akui. Minta maaf dan mengganti bila ada sesuatu yang dirusakkan. Berterus terang tentang diri kita tentu saja sebuah langkah yang sangat positif, sehingga orang tidak pernah merasa menyesal bersahahat dengan kita.

Berterus terang, bahwa kita berasal dari keluarga miskin dan pernah menekuni pekerjaan sebagai buruh, juga tidak menjadi masalah. Secara tidak langsung kita ingin menampilkan :" inilah diri saya yang sesungguhnya" Tidak ada yang disembunyikan dan tidak ada yang dimanipulasi.

Namun terus terang ini, tentu tidak dapat dijadikan takaran dalam memberikan penilaian terhadap orang lain. Walaupun hidup itu penuh dengan penilaian-penilaian. Namun perlu ada kearifan hidup dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu yang berada di luar diri kita.

Karena hidup itu tidak dapat dipatok berdasarkan hitam dan putih. Dan juga tidak dapat dimatematikakan. Karena hidup bersifat dinamika, yang bergerak dari waktu ke waktu dan dari satu kejadian pada kejadian lainnya. Apa yang bagus dan baik menurut kita, belum tentu bagus dan baik juga bagi orang lain.

Oleh sebab itu sifat terus terang  yang mungkin kita miliki, tentu harus diterjemahkan secara arif dan bijak. Agar jangan sampai sifat terus terang ini, menyebabkan orang lain terluka. Kita dapat saja bersikeras mengatakan: ”memang dari sononya saya begitu. Saya orang yang suka berterus terang dan tidak suka berdiplomasi!”

Tentu saja ini adalah hak kita, namun menerapkan apa yang menjadi hak kita, tentu tidak harus dengan melukai perasaan orang lain.

Contoh Contoh Kehidupan:

Kita diundang makan di restoran. Selesai makan, sahabat yang mengundang berbasa-basi menanyakan: ”Gimana tadi masakannya?”

Nah, karena bangga dengan sifat ”terus terang” yang dimiliki, terus mulut kita mencerocos ”aduh, maaf,  saya tidak suka, terlalu asin. Rasanya gimana tuh!”  Gimana kira-kira perasaan sahabat yang mengundang kita? 

Atau bertemu dengan sahabat lama , yang sedang berjalan dengan istrinya. Sambil bersalaman, sahabat kita memperkenalkan istrinya ”kenalkan, ini  istri saya”

Nah, sekali lagi, karena merasa sejak dari sononya terlahir sebagai orang yang suka berterus terang, langsung saja mulut kita mencuapkan kalimat ”Oooh istrinya...hmmm tadinya saya kira ibu kamuu”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun