Diawali dengan kisah cinta kami semasa masih sama sama di SMA don Bosco  dan lika liku jalinan hidup ,telah mengantarkan kami ke jenjang pernikahan .Perjalanan hidup inilah yang ingin dibagikan kepada semua orang.untuk menceritakan,bahwa kisah cinta yang indah itu,bisa terkandas di tengah jalan,bila tidak siap mental. Ritual hidup yang kami jalani ternyata tidak seindah kisah cinta putri tidur ,seperti di film film ataupun dalam buku komik..Dimana Sang Pangeran jatuh cinta pada putri dan mereka menikah ,serta hidup berbahagia selama selamanya.
Ternyata ,dalam perjalanan hidup,kami mengalami,bahwa hidup itu tidak selalu semanis madu, Tidak jarang pahit,melebihi pahitnya empedu, Juga tidak selalu mulus dan menyenangkan, terkadang hidup itu keras,garang dan kejam,serta tidak berbelas kasih.Bahkan menyeramkan ,melebihi kisah horor di film. Nah,kisah ini tentu tidak dapat diceritakan secara detail,karena akan butuh berpuluh jilid buku,untuk menyimpan data . Inilah secuil gambaran hidup kami, yang mungkiin ada manfaatnya ,untuk dijadikan cerminan hidup
![foto kenangan 52 tahun lalu,dihari pernikahan kami di dampingi kedua orang tua saya alm. ./tjiptadinata effendi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/01/02/51-tahun-3-58698749149373671943a38d.jpg?t=o&v=770)
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Tuhan, hari ini genap 52 tahun, pernikahan kami. 52 tahun lalu, tepatnya tanggal 2 januari,tahun 1965 , kami melangsungkan pernikahan secara sangat sederhana di  kota Padang.
Karena ketiadaan dana, maka honeymoon hanya dapat kami lakukan dikota Bukittinggi,yang berjarak tempuh sekitar 2 jam dari kota Padang, Kami memilih menginap di salah satu hotel kelas melati. Itupun kami hanya mampu  merayakan bulan madu selama 3 hari di hotel tersebut. Kemudian kembali ke Padang .
Seminggu setelah itu,kami meninggalkan kota Padang ,untuk mengadu nasib di kota Medan. Mungkin,bulan madu kami,merupakan salah satu honeymoon tersingkat dan paling sederhana. Karena belum sebulan menikah, saya sudah mulai berusaha untuk dagang keliling .Meninggalkan istri tercinta di Medan dan naik bus ALS untuk bolak balik Medan - Padang.
![foto/tjiptadinata effendi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/01/01/52-tahun-58692b121fafbd7120a0877d.jpg?t=o&v=770)
Sungguh sungguh saya merasa sangat gamang ,begitu menginjakkan kaki dalam kehidupan nyata. Bayang bayang ,setelah menikah,kami dapat melewatkan hari hari dengan kasih sayang dan selalu bersama sama,pupuslah sudah.
Hidup ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan. Teramat banyak hal ,yang bagi diri saya ,merupakan kejutan yang sangat menyakitkan. Bahkan dalam keadaan sakit yang cukup parah,saya masih memaksa diri,untuk naik bus dari Medan menuju ke Padang. Karena tidak ingin,hidup kami berdua ,menjadi  beban bagi tante kami,yang sudah begitu berbaik hati memberikan tumpangan gratis bagi kami. Kami numpang tinggal di Jalan Gandhi ,tepatnya di persimpangan Jalan Asia,kota Medan.
Serasa bagaikan berada di planet lain. Karena kalau ke Pasar ,untuk melakukan transaksi jual beli barang barang yang saya bawa dari Pekanbaru, harus berkomunikasi dalam bahasa Hokkien.Sedangkan saya ,hanya bisa mengatakan :" kamsia' . Karena lahir di Padang dan bahasa sehari harian yang kami gunakan dirumah ,adalah bahasa Padang.Membayangkan bahwa di kota Medan, kami dapat menemukan masa depan yang cerah,ternyata pelajaran ilmu hidup mengajarkan kepada kami,bahwa hidup itu penuh dengan misteri dan kejutan kejutan.Tidak selamanya kejutan itu merupakan surprise yang menyenangkan,Tidak jarang menjadi kejutan,yang membuat jantung serasa berhenti berdetak.
![kenangan bersama Pak Pepih Nugraha dan istri tercinta,serta teman teman dari Admin Kompasiana di Hotel Jayakarta,- Jakarta 2 januari 2015 || foto/tjiptadinata effendi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/01/02/1420308910167817726-58698d38dc22bd530b238312.jpg?t=o&v=770)