Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

HAM yang Terkoyak-koyak

10 Desember 2016   09:37 Diperbarui: 10 Desember 2016   15:40 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://depositphotos.com/

Sebagai orang awam, secara umum dipahami bahwa HAM atau Hak Asasi Manusia adalah Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama secara adil secara hukum dan pemerintahan bagi semua golongan. Tidak ada hak istimewa untuk golongan tertentu, apakah mayoritas atau hanya golongan minoritas. Akan tetapi yang dapat kita tengok dan saksikan dengan mata kepala sendiri, dihadapan kita telah terjadi penyimpangan dalam mengaplikasikan HAM bagi masyarakat di Indonesia. Bahkan dipertontonkan dengan sangat jelas di berbagai siaran televisi dan disebar luaskan di media sosial. Seakan dengan bangga menampilkan inilah HAM yang sesungguhnya.

Hak Azasi Bukan Hanya untuk Golongan Tertentu, tapi untuk Semua orang

Hak Azasi bukan hanya untuk golongan tertentu, tapi untuk semua orang tanpa memandang suku bangsa dan latar belakang kehidupannya. Hak Azasi juga bukan hanya hak hidup, tapi kebebasan untuk melakukan aktivitas tanpa tekanan dan intimidasi dari siapapun. Sekaligus berhak diperlakukan secara manusiawi.

Sayang sekali dalam penerapannya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat terjadi berbagai kepincangan, ang penyebabnya bisa saja karena ada kelompok atau golongan yang merasa dirinya berhak mendapatkan porsi lebih besar.

Baik karena merasa berada dalam posisi mayoritas maupun karena merasa sedang dalam menjalankan tugas negara. Ada begitu banyak contoh-contoh nyata yang dapat kita saksikan sendiri betapa Hak Azasi ini  berjalan pincang. Tapi sayangnya, kita sibuk berpacu dalam  mereguk berbagai kepentingan pribadi, sehingga tidak lagi memiliki waktu sejenak untuk memikirkan dan menyadarinya.

Contoh Paling Sering Kita Tengok

Pejabat tinggi mau lewat. Petugas menyalakan sirinenya dan memaksa pengguna lalu lintas lainnya untuk seketika meminggirkan kendaraannya, tanpa menengok kondisi yang terkadang belum memungkinkan untuk seketika menepikan kendaraan karena terhalang oleh  pengguna jalan lainnya.

Tapi karena takut ditilang, maka pengemudi memaksa diri untuk membelokkan stir kepinggir dan menyenggol pengendara sepeda motor yang lagi melaju. Akibatnya sudah dapat dibayangkan. Padahal yang berhak menggunakan jalan raya bukan hanya pejabat,tapi semua warga yang memiliki Surat Ijin Mengemudi.  Hak Azasi pengguna jalan sudah dilanggar hanya karena yang mau lewat adalah Pejabat. Ini sudah kisah kuno yang ketinggalan jaman, tapi masih terus berlangsung kendati presiden RI sudah berganti 7 kali.

Asal Ada Niat Baik

"Yang penting ada niat baik." 

Seringkali kita dengarkan ucapan semacam ini, yang sesungguhnya secara tanpa sadar telah berperan membentuk pola pikir yang keliru dalam pikiran banyak orang. Niat baik bukanlah berarti boleh menghalalkan segala cara. Niat baik untuk menolong korban bencana alam dan terus mengeluarkan dana untuk beli nasi bungkus. Namun nasi tersebut dilemparkan kepada warga yang sedang menderita kelaparan dengan cara yang tidak manusiawi. Maka niat baik yang tidak diikuti oleh cara yang baik menyebabkan niat baiknya justru menjadi bumerang, yakni melukai perasaan orang yang awalnya ingin dibantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun