Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Tidak Ada Diskriminasi di Indonesia?

20 Desember 2016   20:22 Diperbarui: 21 Desember 2016   10:42 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thetaoofdaddydotcom

Diskriminasi dalam Memperlakukan Sesama, Masih Tetap Berlangsung di Negeri Tercinta Ini

Diskriminasi adalah membeda-bedakan orang,entah berdasarkan etnis, agama, maupun latar belakang sosial dan pendidikannya. Sesungguhnya, diskriminasi yang sejak dulu berlangsung hingga kini, hampir tidak ada bedanya dengan kasta. Tapi orang tidak mau mengakuinya.

Bahkan bila diingatkan, bisa saja menyebabkan orang menjadi sangat berang. Tidak banyak orang yang mau dengan jujur mengakui, bahwa sesungguhnya di Indonesia, tanah air tercinta kita ini, memperlakukan orang berdasarkan "kastanya", masih terus saja berlangsung, Dan pada umumnya, masyarakat seakan menerima memang begitulah seharusnya.

Dan bila secara halus, kita coba mengingatkan, agar jangan menerapkan kasta-kasta dalam berinteraksi dalam bermasyarakat, pasti akan menimbulkan kemarahan. Dan hubungan baik,yang selama ini terjalin,akan rusak karenanya, Akan tetapi bilamana tidak ada orang yang mau mengingatkan, maka  berarti Indonesia sungguh sungguh sudah membangun sekat yang membatasi, antara kasta tinggi dan kasta rendah.

Renungan:

Kasta berasal dari  "Casta" bahasa Spanyol. Casta artinya jenjang atau tingkatan yang terjadi dalam hierarki masyarakat. Mendengar kata "Kasta"maka anak-anak SD juga tahu, bahwa dalam  agama Hindu merupakan dinding-dinding yang memisahkan atau membagi masyarakat ke dalam empat tingkatan, Yakni: Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. 

Nah, sebelum mengeluarkan umpat caci dan marah marah, tariklah nafas dalam dalam dan bersabarlah hingga selesai membaca artikel ini. Kalau sesudah membacanya, masih marah juga,ya silakan.

Pernahkan menyaksikan tokoh masyarakat, tokoh agama ,tokoh politik,pejabat, Boss besar yang mau duduk makan bersama sopir pribadinya? (Tentu bukan dalam kampanye). Atau istri Boss, yang mau duduk makan semeja dengan pembantu rumah tangga? Apakah seorang tukang kebun, boleh duduk makan semeja dengan tuan rumah? Pernah menyaksikan, tukang ngepel lantai, duduk minum kopi bareng tuan rumah? Dan yang membuatkan kopi untuk tukang ngepel lantai adalah tuan rumah sendiri?

Kalau jawabannya adalah Tidak, maka bukankah berarti bahwa di negeri kita ini, kasta masih saja tetap diberlakukan?

Izinkanlah saya memberikan sanjungan terhadap diri saya dan keluarga. Bahwa sejak tempo doeloe, kami sudah meniadakan kasta dalam kehidupan kami. Pembantu kami ajak makan semeja dengan kami. Dalam perjalanan, ketika kami makan di restoran, maka sopir juga kami ajak makan dan duduk semeja di restoran.

Pembantu yang mengepel lantai rumah putri kami, disuguhkan secangkir kopi hangat yang  disediakan istri saya. Tukang kebun, ketika tiba giliran makan siang, tidak kami bolehkan duduk makan di kebun, melainkan kami ajak duduk di meja makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun