Walaupun sudah seringkali mengunakan pesawat KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) yang didirikan pada tahun 1919. Maskapai penerbangan ini merupakan maskapai penerbangan tertua dan pusat operasionilnya di Bandara Internasional Amsterdam, yakni Schiphol mengadakan kerja sama dengan Air France, namun kedua perusahaan ini terbang dengan bendera masing masing,
Karena merupakan perusahaan Belanda yang penduduknya mayoritas beragama Kristen, maka selama ini dalam pikiran saya pasti makanannya mengandung B2. Saya baru tahu, ketika tahun lalu saat kami terbang dari Milano – Italia menuju ke Kualalumpur kami mengunakan jasa penerbangan KLM.
Kami menumpang pesawat KLM dengan nomor dinding KLM 0809. Tiba saat makan siang, ada pengumuman dari pramugari dalam dua bahasa, bahwa dalam beberapa saat lagi awak pesawat akan menyediakan makanan siang bagi para penumpang. Nah, kalau perut lagi lapar dan dapat informasi bahwa dalam beberapa saat lagi makanan akan diantarkan tentu bukan hanya telinga yang senang mendengarnya, tapi juga hati ikut gembira.
Banyak Permintaan dari Penumpang
Tapi belum lenyap gema suara pramugari yang lembut memantul di dinding-dinding pesawat, sudah terlihat di beberapa titik ada lampu dinyalakan dari tempat duduk penumpang. Artinya mereka memanggil pramugari, karena ada sesuatu keperluan.
Penumpang setengah baya yang duduk persis didepan kursi kami, pertama mendapatkan giliran didatangi awak kabin dan bertanya:” Yes Mdm. What can I do for you? “
Ternyata ibu yang duduk didepan kami bersama suaminya, mengatakan bahwa mereka vegeterian. Jadi tidak makan daging, juga tidak makan keju,karena keju berasal dari sapi. Bahkan telurpun tidak karena telur ada bibit kehidupan. Begitu si ibu menjelaskan dengan sangat detail tentang alasan mengapa mereka tidak makan semuanya.
Pramugari manggut-manggut dengan wajah ragu. Mungkin mencoba mengingat semuanya, yakni tidak makan daging, keju dan telur. Namun belum sempat berlama-lama si Pramugari berpikir sudah langsung di colek oleh sosok bertampang India dengan jambang lebat dan bersorban. ” Maaf, kami Hindu, tidak makan daging sapi”
“Okay Okay. “ jawab Pramugari yang mencoba sabar, namun keningnya sudah mulai berkerut. Saya dan istri hanya bisa tersenyum, menengok begitu repot jadi awak pesawat. Namun ternyata belum finish masih ada disebelah kiri kursi kami yang hanya berjarak dua kursi juga tidak mau kalah. Langsung mengangkat tangannya dan berkata ”Maaf, saya Muslim. Minta disediakan makanan halal.”
Entah memang kebetulan atau si Pramugari lagi ditest kesabarannya pada waktu yang hampir bersamaan dibeberapa tempat ada bunyi :” tet…tet…tet… “ dan lampu menyala disana sini.
Sampai disini, walaupun ada dua orang awak kabin sibuk kesana kemari menjawab berbagai pertanyaan sekitar menu yang disediakan, akhirnya si Pramugari kelihatan kehilangan kesabaran dan mulai sewot. Keduanya berbicara sesaat dalam bahasa Belanda, namun walaupun dulu di Sekolah Rakyat saya pernah belajar bahasa Belanda selama 3 tahun. Tapi sejak Belanda pulang kampung, maka bahasanya juga dibawa pulang, sehingga saya tidak dapat menangkap pembicaraan mereka, yang jelas keduanya berhenti mendatangi kursi demi kursi.