Kalau kita belum termasuk dalam kategori orang yang kaya raya,tentu saja adalah wajar dan wajib,bagi kita untuk selalu berhemat,dalam segala hal. Tapi ketika niat untuk berhemat ini, berhadapan dengan :"gengsi",maka biasanya,gengsi lah yang keluar sebagai Pemenang. Salah satuujian nya adalah untuk berbelanja di Second Hand Shop. Bagi sebagian orang ,berbelanja di Second Hand Shop ,merupakan sesuatu yang sangat memalukan. Serasa menjadi gembel.bila ketika sedang berbelanja, ada teman atau kerabat yang menengok kita lagi berbelanja di toko Second Hand
Berbelanja di Second Hand, bagi sebagian orang ,sama sekali tidak ada ada masalahsama sekali.Tapi bagi yang lain, sungguh membuat harus celigak-celiguk kiri kanan. Menengok, ada nggak ya orang yang dikenalnya disana? Kalau ada teman atau kenalan,yaa pura pura sambil lewat saja.Hal ini saya temui ketika berada di Second Hand Shop di Good Sammy,yang berlokasi tidak jauh dari kota Satelit Joondalup. Terus saya bilang:” Pak,saya juga berbelanja disini,nggak apa apa koq”
Nah, jelek jelek ginian,saya pernah jadi pengusaha nasional. Untuk beli baru,sesungguhnya no problem at all,karena tiap bulan dapat tunjangan sukarela dari putra putra dan putri kami. Tapi kalau bisa berhemat,mengapa tidak?
Tas Laptop ,karena saking saya bawa hilir mudik,hampir setiap hari,jadi lecet dan rusak.Ketoko computer,tengok harganya ,ya nggak mahal ,cuma 20 dolar= 200ribu rupiah. Terus mau beli sepatu untuk berkebun,karena masa kekebun pakai sepatu olah raga 55 dolar,yang dibelikan putra kami?Ketoko, sepatu “murahan” harganya 22 dolar,rasanya nggak ikhlas deh buang uang sebanyak itu,walaupun untuk dipakai sendiri.
Nah,kebetulan kami juga mau mengantarkan pakaian bekas kami,yang sudah agak sempit, tapi masih layak pakai,maka sekalian berbelanja.
Nah,disini ,dapat tas lapotop,masih 90 persen baru ,hanya dengan harga 2 (two) dolar dan sepatu berkebun juga 2 dolar. Terus ada pot bunga ,juga 2 dolar.Kenapa harus malu? Kita nggak minta,kalau minta minta,yaa namanya apa tuh?
Dikasih Gratis?No way! Beli Murah? Yes!
Mungkin sudah agak terkontaminasi dengan budaya disini,maka secara entah sadar ataupun tidak,saya ikutan malu ,ambil sesuatu yang gratis. Karena falsafah orang disini adalah if we have enough money to buy,why do we take a free one? Nah,kalau ada uang untuk beli,mengapa harus ambil yang gratis? Karena yang gratis itu adalah untuk homeless, jobless, refugee.
Kalau kita tidak termasuk dalam salah satu kategori yang disebutkan diatas,yakni :gelandangan,pengangguran atau pengungsi,yaa janganlah ikutan ambil yang gratis.Itu falsafah orang disini lho. Jangan lupa,kata pribahasa:” Lain sungai,lain buayanya,lain negeri,lain pula budayanya” Tapi kalau budaya itu bagus ,mengapa tidak di copy?