Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Usia 6 Tahun Mengajarkan Cara Berbagi dalam Kekurangan

20 Januari 2016   17:40 Diperbarui: 20 Januari 2016   19:52 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ketetangan foto: disini dulu kami tinggal ,sewaktu putra kami baru satu orang, belakangan 11 tahun kemudian, kami sudah tinggal di komplek Wisma Indah I .jalan Bunda. Ulak Karang Padang" Foto ini adalah Pasar Tanah Kongsi di tahun 70an,,kini sudah lebih bersih.Disamping kedai kami, tinggal One dari Pariaman dan didepan kedai kami ada warung nasi Padang.dan bopet es cincoau ncek Botak)

]Senja itu hujan turun dengan sangat lebat… Dalam kedai  ,dimana saya setiap hari berjualan dan sekaigus merupakan tempat tinggal kami tiga beranak ,sudah dirapikan istri saya. Ada lampu minyak yang menyala, menerangi samar samar ruangan berukuran 2  x 3 meter tersebut. Karena aliran listrik sudah tiga bulan diputuskan petugas P.L.N. ,karena kami sudah dua bulan menunggak.

Hutang akibat kegagalan dalam perdagangan antar kota, menumpuk dan jadi prioritas utama untuk diangsur setiap bulannya.Sedangkan gaji istri sebagai guru dan ditambah dengan hasil jual kelapa dan kerja serabutan dari saya, jauh dari mencukupi Makanya untuk bayar rekening listrikpun tidak dapat kami lakukan

Kami duduk dibangku kayu reot ,yang siang hari dijadikan tempat pajangan barang jualan. Menghadapi meja lusuh, dimana ada sebungkus nasi ramas . Supaya cukup dibagi tiga,maka istri saya  Lina,menambah sepiring nasi putih ,sisa dari makan siang tadi.Terus semuanya diaduk jadi rata.

Kami berdoa sesaat.Bersyukur bahwa hari ini,kami masih bisa makan. Kemudian kami makan bersama dengan tangan. Ada telur dadar sepotong dalam nasi ramas tersebut, kami berikan untuk putra kami .Sedangkan rendang yang sepotong, saya  kasihkan ke istri saya ,dengan berbohong, bahwa gigi saya sedang sakit dan tidak bisa makan daging.

Ada Ketukan Di Pintu

Ada ketukan berulang kali di pintu dan makin lama makin keras,tidak biasanya ada orang berbelanja kelapa hujan hujan begini, apalagi sudah larut senja, Namun,saya berdiri dan membuka pintu. Didepan pintu berdiri seorang wanita berpakaian lusuh ,sambil mengendong anaknya dengan kain selendang.

Tampaknya hanya mengandalkan plastic bekas ,sebagai ganti mantel. Ternyata tetangga kami , bibi Nok, yang tinggal di kebun kangkung ,di belakang pasar tangah kongsi. Saya persilakan duduk dan sesaat kemudian dengan bibir gemetar,bibi Nok berkata:” Paaak,, anak saya sakit .demam tinggi, mau beli obat demam. tidak ada uang. Kalau boleh saya mohon diberikan pinjaman.”

Saya dan istri terdiam . Dalam hati saya berkata:” Ibu ini salah alamat, Hidup kami saja sudah begini susah, Putra kami yang baru berusia 4 tahun, sudah harus bangun pagi,untuk membantu mengumpulkan sabut kelapa Bahkan sekaligus menagih utang dari para pelanggan kami yang berjualan di pasar tanah kongsi ini.

Lama saya dan istri saling berpandangan.. Saya menggelengkan kepala dan istri saya sudah maklum bahwa dikantong saya tidak ada lagi uang,Karena saya sendiri sudah seminggu sakit dan batuk berdarah.Sementara baru tanggal 19 , istri saya juga belum gajian dari mengajar .

Sementara itu anak bibi Nok, tampak pucat pasi dan terkulai dalam gendongan kain sarung lusuhnya.. Sungguh kami tidak tahu, harus menjawab apa....?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun