Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Arti Kehidupan

19 November 2024   04:21 Diperbarui: 19 November 2024   04:57 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi 

Lahir sebagai orang miskin bukan sebuah kehinaan. Yang hina itu adalah hidup memperkaya diri dengan merampok apa yang seharusnya menjadi hak hidup orang lain.(tjiptadinata effendi)

Sejak awal saya mulai menulis, hal yang pertama yang selalu saya ingat adalah jangan sampai pernah menulis sebuah kebohongan. Termasuk kehidupan pribadi kami yang pernah morat marit. 

Pernah melakoni hidup sebagai kuli di pabrik Karet, pernah ikut kerja serabutan bongkar muat barang. Selama bertahun tahun jadi Penjual kelapa parut di Pasar Tanah Kongsi di Padang .

Saya tulis juga secara terus terang ,bahwa hanya untuk sebungkus nasi rames, tidak jarang harus berutang pada Koh San, yang jualan nasi di depan Bioskop Purnama di Padang.  Bahkan saya masih ingat apa yang saya ucapkan. " Koh San, masih boleh utang satu bungkus nasi rames lagi? Dua hari lagi Isteri saya gajian. Akan saya lunasi bersama utang nasi sebelum nya '"

Dan dengan setulus hati Koh San menjawab:" Boleh, kita sama sama miskin .kalau bukan kita yang saling tolong menolong, siapa lagi" Saya terenyuh... dengar jawaban ini. Karena hidup Koh San adalah 11 - 12 dengan kehidupan kami 

Pasti bukan untuk menarik rasa sympathy para Pembaca dan pasti juga bukan untuk minta dikasihani. 

Melainkan semata mata untuk menunjukkan bahwa bagi saya pribadi , terlahir sebagai orang miskin dan hidup dalam kemiskinan bukanlah suatu kehinaaan. Yang hina itu adalah memperkaya diri dengan merampok apa yang menjadi hak orang lain.

Sungguh , saya tidak pernah merasa malu ,karena saya anak Kusir Bendi, malahan saya bangga pada kedua orang tua kami yang sudah lama almarhum. Ibunda saya sering makan kerak,demi cintanya kepada anak anaknya.

Sebagaimana anak anak kami juga tidak pernah malu., bahwa ayahnya ,yakni diri saya, pernah jadi kuli dan penjual kelapa di Pasar kumuh.tanah kongsi.

Puji syukur kepada Tuhan ,hasil kerja keras selama puluhan tahun , kini kami dapat menikmati hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan. Dikelilingi anak mantu cucu dan cucu mantu serta cicit cicit kami 

Renungan kecil di pagi indah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun