Renungan Diri
Hari ini saya membaca artikel yang sangat menyentuh kelubuk hati terdalam .Ditulis oleh Kompasianer Luna Septalisa, yang berjudulÂ
" Sebelum Menuding WNI Pindah Kewarganegaraan Tidak Nasionalis, Sebaiknya Pemerintah Introspeksi" (Luna Septalisa - Kompasiana)Â
Esensial tulisan sungguh mewakili jutaan orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, termasuk saya dan isteri. Tak dapat dipungkiri ada satu dua orang Indonesia yang pindah keluar negeri dan menjelek-jelekkan negeri sendiri. Tetapi hanya segelintir orang. Sedangkan mayoritas orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, khususnya di Australia, tetap dari ujung rambut ke unjung kaki berjiwa nasional.
Buktinya setiap event yang membawa nama Indonesia, baik acara agustusan, Sumpah Pemuda ataupun festival seni dan kuliner selalu penuh sesak dihadiri oleh orang Indonesia. Untuk dapat hadir dalam satu acara tentu tidak semudah membalk telapak tangan. Pertama harus mau menyediakan waktu setidaknya setengah hari Siap berkendaraan menuju ke Lokasi. Jarak dari rumah ke lokasi butuh sekitar 50 kilometres. Yang ditempuh dalam waktu setidaknya 40 menit berkendaraan.
Di lokasi di mana diadakan berbagai kegiatan, tentu saja tidak disediakan makanan gratis ,tapi harus dibeli. Â
Nah, kalau orang Indonesia sudah melupakan tanah airnya, mengapa pula mau sibuk menyediakan waktu, tenaga dan biaya hanya untuk dapat menghadiri acara? Sebagai contoh, kami berdua hampir tidak pernah absent dalam setiap kegiatan yang melibatkan komunitas orang Indonesia, sebagai bentuk kepedulian kami terhadap negeri sendiri.
Salut kepada ananda Luna Septalisa yang mampu membaca perasaan orang Indonesia yang karena berbagai alasan, tinggal di luar negeri. Kalau boleh dianalogikan, Surat Nikah adalah formalitas bahwa sepasang anak manusia, sudah sepakat untuk menjadi suami isteri. Tetapi Surat Nikah, tidak dapat menjamin bahwa pasangan ini saling mencintai dengan setulus hati.Â